Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Komunitas dan Museum Saling Menghidupkan

28 Juni 2018   19:45 Diperbarui: 28 Juni 2018   19:48 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemateri dan peserta Temu Mugalemon (Dokumentasi Pribadi)

Untuk ketujuh kalinya Asosiasi Museum DKI Jakarta "Paramita Jaya" mengadakan kegiatan rutin bulanan bertajuk Temu Mugalemon. Mugalemon merupakan singkatan dari Museum, Galeri, dan Monumen. Kali ini tema yang dipilih "Museum sebagai Inspirasi, Ruang Kontemplasi, dan Wahana Kreativitas Masyarakat". Kegiatan dilaksanakan di Museum Basoeki Abdullah pada Kamis, 28 Juni 2018.

Pada kegiatan itu tampil tiga pembicara, yakni Pak Budi Trinovari (Kepala Museum Mandiri), Pak Berthold Sinaulan (Arkeolog, Pewarta, Pegiat Komunitas), dan Ibu Daisy P. Poegoeh (Psikolog dari Rumah Sakit Jiwa Lawang). Bertindak sebagai moderator Pak Nurdyansyah, aktivis komunitas.

Menghidupkan Kota Tua Jakarta

Pak Budi menguraikan sejarah tampilnya komunitas di Museum Mandiri dalam rangka menghidupkan aktivitas di Kota Tua Jakarta. Kegiatan komunitas, menurut Pak Budi, dimulai pada 2005 karena waktu itu banyak ruangan di Museum Mandiri kosong. Dulu yang namanya komunitas bebas mau pakai apa saja.

Ada komunitas fotografi yang bebas naik meja bahkan bagian tertinggi museum untuk mengambil foto. Ada lagi komunitas membatik, pramuka, dan musik. Tentang musik, yang mula-mula bergiat adalah marching band dan tanjidor. Para pemainnya adalah anak-anak muda karyawan Bank Mandiri.

Namun dalam perjalanannya beberapa komunitas pernah melakukan hal negatif, misalnya mabuk, seperti yang dilakukan oleh komunitas musik cadas. Nah, karena itulah kata Pak Budi, lalu diadakan seleksi. "Dengan adanya kegiatan, komunitas hidup, museum pun hidup," kata Pak Budi. Ya, komunitas dan museum saling menghidupkan.

Para pemateri: Berthold (nomor 3 dari kiri), Budi (nomor 5 dari kiri), dan Daisy (nomor 6 dari kiri)/Foto: Nunus Supardi
Para pemateri: Berthold (nomor 3 dari kiri), Budi (nomor 5 dari kiri), dan Daisy (nomor 6 dari kiri)/Foto: Nunus Supardi
Memperkenalkan museum

Pak Berthold Sinaulan menambahkan, komunitas sangat berarti. Komunitas pun harus mendukung satu sama lain. Selama ini Pak Berthold menggeluti banyak komunitas, seperti di bidang prangko, kartu pos, pramuka, Tintin, dan numismatik.

Menurut pengalamannya, komunitas bisa memperkenalkan museum. Biasanya berupa tulisan di media cetak atau media daring. Komunitas bisa membantu museum, misalnya memperbaiki pakaian pramuka yang kurang lengkap di Museum Sumpah Pemuda. Waktu itu beliau bekerja sama dengan Indonesia Scout Journalist dan kurator museum.

Komunitas bisa mempublikasikan hasil penelitian untuk membantu museum. Ia mencontohkan sebuah kartu pos lama yang ditulis untuk dr. Boentaran Martoadmodjo. Ternyata yang bersangkutan adalah Menteri Kesehatan pertama RI. Juga tentang uang-uang lama ORIDA (Oeang Repoeblik Indonesia Daerah), yang dilakukan oleh CORE (Club Oeang Revolusi).  

Menurut Pak Berthold, sebaiknya museum membuat kartu pos bergambar koleksi adikarya setiap museum. Setelah itu diberi stempel museum. Nah, kartu pos ini dijual kepada pengunjung untuk kenang-kenangan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun