Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kata Ki Mangunsarkoro, Guru yang Tidak Berkarakter Itu Racun Masyarakat

11 April 2018   21:05 Diperbarui: 12 April 2018   05:40 897
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terungkap dari cerita Anik, pada saat sidang Konstituante di Bandung (1957), Mangunsarkoro pulang ke Jakarta naik mobil. Beliau tidak punya uang untuk naik pesawat. Pada zaman itu, pemimpin membiayai sendiri kegiatan karena keuangan negara terbatas.

Yang unik, waktu dilantik menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Mangunsarkoro sengaja memakai sarung, peci, dan jas karena dianggap lambang kenasionalan dan kerakyatan. Karena itu beliau dikenal dengan sebutan "Mangun Sarungan".

Kemampuan menulis

Rushdy Hoesein, pemateri lain, sangat kagum dengan kemampuan menulis Mangunsarkoro. "Saya sih paling nggak bisa nulis. Paling nulis di Facebook," kata Rushdy.

Pada diskusi terungkap bahwa Ketua Kongres Pemuda 27-28 Oktober 1928, Soegondo Djojopoespito, belum ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Pernah beberapa kali diajukan tetapi selalu gagal. Soalnya, dokumentasi tentang Soegondo masih langka.

Dulu di bawah tekanan Belanda memang segala kegiatan diawasi ketat, termasuk soal foto. Apalagi waktu itu keberadaan fotografi masih terbatas. Semoga ada pertimbangan lain soal Soegondo.


Pemberian kenang-kenangan berupa buku karya Mangunsarkoro untuk Museum Sumpah Pemuda (Dokpri)
Pemberian kenang-kenangan berupa buku karya Mangunsarkoro untuk Museum Sumpah Pemuda (Dokpri)
Acara diskusi diakhiri dengan pemberian kenang-kenangan sejumlah buku karya Mangunsarkoro untuk Museum Sumpah Pemuda. "Buku ini akan disimpan di dalam perpustakaan. Silakan masyarakat yang ingin membaca datang ke sini," kata Huriyati. Museum Sumpah Pemuda beralamat Jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta Pusat. Museum ini buka setiap hari, kecuali Senin dan hari libur nasional tutup.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun