Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Angka 0 Tertua Tertulis pada Prasasti Kedukan Bukit dari Kerajaan Sriwijaya

9 Agustus 2017   15:58 Diperbarui: 9 Agustus 2017   16:07 2524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti Kedukan Bukit bertarikh 682 Masehi dan berbahasa Melayu Kuno (Foto: Pengaruh Kebudayaan India dalam Bentuk Arca di Sumatra)

Kompleks wihara Nalanda (Sumber: Pengaruh Kebudayaan India dalam Bentuk Arca di Sumatra)
Kompleks wihara Nalanda (Sumber: Pengaruh Kebudayaan India dalam Bentuk Arca di Sumatra)
"Sebaliknya  prasasti-prasasti Sriwijaya menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan sedikit disisipi bahasa Sansekerta. Hal itu jelas menunjukkan bahwa semangat menggunakan milik sendiri, dalam hal ini penggunaan bahasa setempat, lebih kuat di lingkungan Sriwijaya, daripada kerajaan awal lainnya di Nusantara," jelas Agus.

Agus selanjutnya mengatakan, gaya seni Sailendra di Jawa berpengaruh di Sriwijaya. Pengaruh ini pun ada di India. Banyak kemiripan, misalnya bahan bangunan dan desain antara bangunan masa Sriwijaya dengan bangunan sezaman di India.

Selain itu di Nalanda (Bihar) terdapat Mahawihara yang berkembang antara abad ke-2 sampai paruh pertama abad ke-13 (Gosh 2006: 3 dan 5). Nalanda banyak dikunjungi oleh para penziarah dari berbagai negeri, seperti Tiongkok, Tibet, dan Suwarnadwipa (Sumatera) untuk belajar agama Buddha langsung di tanah kelahirannya.

Bahkan di Nalanda ditemukan prasasti perunggu yang berkenaan dengan Raja Balaputradewa dari Suwarnadwipa (Sriwijaya). Prasasti tersebut dikeluarkan oleh raja Dewapaladewa, tidak berangka tahun namun diperkirakan berasal dari paruh ke-2 abad ke-9 M. Dalam prasasti tersebut dinyatakan bahwa Raja Balaputradewa diizinkan untuk membuat wihara bagi para pelajar dari Sriwijaya yang datang ke Nalanda untuk belajar agama Buddha (Sumadio 1984: 74---75).

Seorang pelajar SMTA sempat bertanya soal Candi Borobudur yang katanya dibangun oleh Nabi Sulaiman. Prof. Agus bercerita beberapa tahun lalu ia diundang oleh Kaskus ke TMII.  Tampil sebagai pembicara pertama Fahmi Basya, pencetus teori itu. Ia bercerita tentang kota Sleman yang katanya berasal dari nama Sulaiman. Lalu juga tentang Ratu Seba yang dihubungkan dengan nama Wonosobo dan lain-lain.

"Eh begitu giliran saya bicara dia kabur. Saya goblok-goblokin aja dia, mumpung gak ada orangnya. Zaman pendirian Candi Borobudur dan masa hidup Nabi Sulaiman saja sudah berbeda jauh," kata Agus disambut tawa peserta seminar.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun