Mohon tunggu...
Djohan Suryana
Djohan Suryana Mohon Tunggu... Administrasi - Pensiunan pegawai swasta

Hobby : membaca, menulis, nonton bioskop dan DVD, mengisi TTS dan Sudoku. Anggota Paguyuban FEUI Angkatan 1959

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mahkamah Konstitusi Akan Jebol Juga?

30 September 2017   08:24 Diperbarui: 30 September 2017   08:59 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keputusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 29 September 2017 dalam sidang prapengadilan yang diajukan oleh Setya Novanto telah menggugurkan keputusan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka. Banyak orang yang bersorak sorai dan banyak orang pula yang menunduk sedih. Keputusan hakim tidak bisa diganggu gugat. Novanto untuk sementara bebas dari dakwaan korupsi KTP-el yang menghebohkan tersebut. Namun, KPK memiliki keyakinan bahwa Novanto tetap akan dituntutnya karena memiliki bukti kuat tentang keterlibatannya. Bagaimana kelanjutan kisah menghebohkan ini, kita akan menunggunya dengan hati berdebar-debar karena akan banyak hal yang muncul tidak terduga.

Masyarakat sudah maklum mengenai "kesaktian" Novanto dalam menghadapi beberapa kasus korupsi yang diduga melibatkannya. Misalnya, kasus pengalihan piutang (cessie) Bank Bali yang merugikan negara Rp 904 milyar (1999), kasus penyelundupan 60.000 ton beras dari Vietnam, kasus penyelundupan limbah bahan berbahaya dan beracun di Pulau Galang, Batam (2006), kasus korupsi Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau tahun 2012, kasus "papa minta saham" Freeport tahun 2015 (Kompas, 30/9/2017).Semua kasus tersebut telah lenyap dari muka bumi tanpa ketahuan dikubur dimana.

Hanya kasus korupsi KTP-el inilah Novanto bisa ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan tentu saja ia tidak menyerah mentah-mentah. Ia pun mengajukan prapengadilan. Dan ternyata ia mengajukannya dalam keadaan terbaring di rumah sakit. Dan ternyata ia dimenangkan oleh seorang hakim tunggal yang konon sangat berintegritas. Dan ternyata hal ini membuktikan "kesaktian"nya seperti yang diungkapkan oleh Kompas. Sehingga adalah hal yang biasa seandainya di kemudian hari ternyata Novanto betul-betul bebas dari kasus mega korupsi KTP-el ini, dan akan menjadi hal yang luar biasa seandainya KPK mampu menuntunnya masuk ke penjara.

Masyarakat hanya bisa menyaksikan sambil mengelus dada. Inilah kenyataan yang sangat pahit. Dan yang paling menyakitkan adalah ulah anggota DPR yang membentuk Pansus Angket KPK yang secara kasat mata ingin membekukan dan bahkan ingin membubarkan KPK karena ketuanya dijadikan tersangka oleh KPK. Bukan hanya itu, kemungkinan besar motif utamanya adalah akan banyak anggota DPR lainnya yang akan terseret karena ikut ambil bagian menerima uang haram hasil penjarahan pembuatan KTP-el tersebut. Seandainya, Miryam Haryani, anggota DPR yang telah jadi tersangka, tidak menyebutkan anggota DPR lainnya, mungkin panitia angket tidak terbentuk. Mungkin prinsip anggota DPR adalah "pertahanan terbaik adalah menyerang lebih dahulu".

Sementara itu, KPK telah mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) tentang keabsahan hak angket DPR. Dalam keterangannya kepada MK, Komisioner KPK, Laode Muhammad Syarif, menyatakan bahwa Pansus Angket KPK juga sempat mengirimkan surat untuk menghadirkan Miryam Haryani untuk diperiksa, meskipun KPK juga menolak permintaan tersebut. "Jadi sekali lagi, sulit untuk menangkap secara positif ide dibalik Pansus Angket KPK. Karena faktanya penggunaan hak angket DPR terhadap KPK adalah karena Pimpinan KPK menolak untuk memutarkan rekaman dan menghadirkan Miryam Haryani karena saat itu yang bersangkutan tengah menjalani proses hukum di KPK." ( http://www.mahkamahkonstitusi.go.id, 30/9/2017).

Masalahnya adalah apakah keputusan MK nanti akan sama dengan keputusan seorang hakim tunggal yang konon sangat berintegritas itu sehingga uji materi KPK juga akan menemui jalan buntu? Apakah MK akan menutup mata terhadap keresahan masyarakat yang sedang dilanda oleh frustrasi karena pemberantasan korupsi akan dikebiri sementara korupsi semakin merajalela ? Semuanya hanya bergantung kepada satu tangan terakhir : sebuah mahkamah yang menjadi jantung hati rakyat seluruh Indonesia ......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun