Mohon tunggu...
Fredy Julius Pardamean
Fredy Julius Pardamean Mohon Tunggu... Freelancer - Social Worker, Hobi membaca dan menulis dan travelling

Social Worker, Hobi membaca dan menulis dan travelling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Murni atau Nembak?

19 April 2018   03:50 Diperbarui: 19 April 2018   04:18 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: @masdimastour --edited

(Nada dering alarm Smartphone berbunyi!!!)

Dengan sigap Dame meraih Smartphonenya dan langsung menghentikan bunyi alarm.

"Hm... Pukul enam lebih tiga puluh menit. Telat lima belas menit dari pengaturan waktu alarm tadi malam. Tapi gak apa-apalah. Yang penting bisa bangun lebih pagi!"

Dame bergegas bangun dan bergerak dari kasur tempat tidurnya. Sarung kesayangannnya segera dilepas dan dilipat rapi lalu diletakkan diatas bantal kepala. Istrinya masih tertidur nyenyak.

Dengan semangat dia melakukan gerak-gerak badan di teras atas rumah kontrakannya. Udara pagi ini terasa segar sekali. "Terima kasih, Tuhan, buat hari yang baru dan udara yang segar pagi ini".

Eh! Mendadak istrinya sudah ada di sampingnya dan mengambil sikap melakukan senam kecil.

Dari teras atas rumah kontrakan mereka bisa melihat Ibu Nyai sedang menimba air dari sumur umum warga untuk memandikan putrinya yang sudah harus bersiap-siap berangkat ke sekolah.

"Selamat pagi, Pak guru Dame dan Bu guru Rara," sapa Bu Nyai dengan ramah.

"Selamat pagi juga, Bu Nyai," mereka membalas sapaannya dan melambaikan tangan dengan ceria.

Mereka merasa senang bisa berada di tengah-tengah warga yang begitu ramah dan baik. Maklum, mereka baru saja pindah rumah kontrakan ke daerah perumahan Pagar Wangi ini. Pada waktu pindahan, beberapa pemuda setempat membantu mengangkatkan barang-barang rumah tangga mereka ke dalam rumah kontrakan. Semangat gotong royong warisan leluhur yang tetap hidup di tengah-tengah warga, menunjukkan penyataan iman masyarakatnya yang menerima dengan ramah para pendatang baru yang akan tinggal disana.

"Pukul berapa Papa akan mengurus SIM C hari ini?" Tanya Rara sambil meletakkan satu gelas kopi hangat dan satu gelas air putih hangat diatas meja kecil di teras atas rumah kontrakan.

"Pukul sembilan pagi, Ma", sahut Dame sambil meminum kopi hangatnya. Dia sadar telah lalai memperpanjang masa berlaku SIM C kepunyaannya yang telah habis masa berlakunya pada dua tahun yang lalu. Sungguh fatal sekali akibatnya. Selain harus mengurus SIM C yang baru, dia juga telah beberapa kali harus menerima surat tilang dari aparat polisi lalu lintas yang sekarang ini sedang gencar-gencarnya melakukan razia disiplin dalam berlalu lintas kepada para pengguna sepeda motor atau mobil. 

Padahal sebagai warga negara dan masyarakat yang baik seharusnya dia mematuhi segala hukum dan peraturan yang telah ditetapkan pemerintah untuk menjaga disiplin dan tertib dalam berlalu lintas, setidaknya hal inilah yang pernah dia dengar berulang kali dari orang tuanya, pembimbing rohaninya dan dari berbagai sumber yang lain.

Tepat pukul sembilan pagi, Dame tiba di kantor Polrestabes setempat. Petugas polisi yang berjaga di pos depan menunjukkan lokasi tempat pengurusan SIM C sekaligus tempat praktek dokter untuk mengurus Surat Pemeriksaan Kesehatan yang akan menjadi lampiran surat-surat yang diperlukan. Cukup jauh juga letaknya karena berada diluar wilayah kantor Polrestabes. Setelah mendapatkan Surat Pemeriksaan Kesehatan yang dimaksud, Dame langsung bergegas menuju lokasi tempat pengurusan SIM karena katanya pendaftaran akan ditutup tepat pukul sepuluh pagi.

Seorang polisi wanita dengan ramah mencetak nomor antrian. Dame menerimanya dan bergegas menuju loket pendaftaran, Berkas Surat Pemeriksaan Kesehatan, cetakan pendaftaran SIM online, fotokopi KTP dan kertas nomor antrian diserahkan kepada petugas pendaftaran. Dia bersyukur karena pengurusan SIM sekarang ini dapat didaftarkan secara online di Polrestabes Kotamadya, padahal domisili tempat tinggalnya berdasarkan KTP berada di kabupaten.

Sang petugas polisi wanita lalu mempersilahkan Dame segera masuk ke ruangan dalam. Pendaftar yang antri tidak begitu banyak. Terlihat seorang petugas polisi wanita yang lain dengan ramah memandu para pendaftar untuk pengambilan foto wajah dan sidik jari. Prosesnya cepat.

Tidak terasa sekarang dia dan beberapa pendaftar sudah berada didalam Ruang Pencerahan. Seorang petugas polisi datang dan memberitahukan secara lisan tata tertib Ujian Teori. Setiap peserta diminta hanya mengisikan nomor registrasinya saja pada kolom layar komputer, selanjutnya hanya tinggal mengikuti petunjuk yang ada. Ujian Teori berisikan tiga puluh buah soal yang harus dikerjakan dalam waktu tiga puluh menit. Karena tidak ada pertanyaan, semua pendaftar diminta untuk membaca buku panduan Ujian Teori yang tersedia dalam ruangan tersebut. Tapi baru sebentar dibaca, terdengar namanya dan pendaftar yang lain diminta memasuki ruangan Ujian Teori.

Petugas mempersilahkan setiap peserta yang baru masuk untuk menempati kursi yang sudah kosong. Dame duduk dibagian depan. Jari-jari tangannya dengan sigap mengetikkan nomor registrasinya. Didahului dengan beberapa soal pengantar yang hanya dijawab ya atau tidak, tampillah tigapuluh soal Ujian Teori yang harus dikerjakan selama tigapuluh menit. Terus terang, ini adalah pengalaman Ujian Teori pertama bagi Dame. Lho! Terus bagaimana caranya dia mendapatkan SIM C yang sebelumnya? Nembak!!! Dan, so pasti biayanya lebih mahal. Nah! Sekarang dia mau mengurus SIM C melalui jalur murni dengan minim pengalaman. Sebenarnya soal-soal Ujian Teori yang ada dibuat berdasarkan pengalaman nyata para pengemudi sepeda motor pada umumnya di jalan raya. Tetapi hal-hal ini ternyata sering luput dari pengamatannya. Jadilah dia menjawab pertanyaan menurut yang dia tahu saja. Hasilnya: TIDAK LULUS!

"Wah! Aku hanya bisa menjawab dengan benar duapuluh soal saja, kurang satu soal lagi untuk memenuhi standar minimal kelulusan Ujian Teori. Ya sudahlah. Coba lagi dikesempatan berikutnya", keluh Dame didalam hati.

Dengan lunglai, dia berjalan keluar dari ruangan Ujian Teori dan duduk di ruang tunggu. Seorang petugas memanggil namanya dan memberitahukan kalau dia dapat langsung mengulangi Ujian Teori pada minggu depan atau setelahnya, sambil menyerahkan selembar kertas hasil ujiannya. Sepanjang jalan menuju pintu keluar, dia menyaksikan peserta yang lain sedang duduk didepan ruang Simulator sebelum nantinya akan mengikuti Ujian Praktek. Ada juga terdengar panggilan nama beberapa peserta yang akan menerima SIM C setelah dinyatakan lulus Ujian Praktek.

Setelah berada diluar, dia baru ingat kalau harus mengambil STNK motor yang diambil oleh petugas polisi lalu lintas dalam operasi razia kendaraan bermotor beberapa hari yang lalu. Sesampainya di tempat Penilangan, petugas kepolisian yang ada mengembalikan STNK motor miliknya setelah tentunya membayar biaya denda tilang ditempat.

"Gimana Ujian SIM Cnya, Bang? Lancar?" tanya si bapak juruparkir motor. "Wah! Gak lulus, pak. Minggu depan mau saya coba lagi" jawab Dame sambil memakai helmnya. "Apa gak coba minta bantuan ke pendamping aja, bang, supaya lebih cepat ngurusnya?" usul si bapak yang sudah lanjut usia ini. "Gaklah, pak. Saya mau ngurus dengan cara yang murni aja. Ini pak, uang parkirnya" Dame menjawab dengan kalem dan memberikan uang parkir. Dengan tersenyum si bapak juruparkir menerimanya dan membantu Dame melewati jalan yang cukup padat siang itu.

Sepanjang jalan pulang, Dame sempat tergoda untuk kembali mengurus SIM Cnya melalui jalur Nembak. Alangkah repotnya dan juga beresiko kalau mengendarai sepeda motor selama satu minggu kedepan tanpa memiliki SIM C, karena pasti akan bertemu lagi dengan razia polisi lalu lintas. Sedangkan pekerjaannya sebagai penjual lepas jelas-jelas membutuhkan dukungan sepeda motornya. "Sekali jalur murni, tetap jalur murni!!!" begitulah kebulatan tekadnya sambil mengacungkan kepalan tangan kanannya keatas. Pengendara yang lain melihat kearahnya dengan heran. Dengan tersenyum malu, dia meminta maaf dan langsung menarik gas motornya begitu lampu lalu lintas menunjukkan warna hijau.

"Gimana Ujian SIM Cnya, Pa? Berhasil?" sambutan pertanyaan dari Rara sesampainya dia di rumah kontrakan. "Tidak lulus, Ma. Papa diminta ikut Ujian Teorinya lagi minggu depan", jawab Dame sambil memarkirkan sepeda motornya di teras rumah dan melepaskan helmnya. Pada waktu melewati ruang tamu, ada beberapa anak-anak tetangga sebelah rumah yang lagi asyik menulis atau mewarnai. Memang Rara melayani les-privat buat mereka pada waktu tidak ada jadwal les-privat untuk anak-anak didiknya, yang membuat dia dikenal oleh tetangga dengan panggilan ibu guru. Dame juga dipanggil sebagai bapak guru, padahal dia tidak mengajar les-privat sama sekali.

Sesampainya di lantai atas, Dame mengatur jadwal Ujian Teori ulangan SIM C untuk minggu depan di kalender kegiatan di Tabletnya. Karena hari ini tidak ada kegiatan penjualan dan pengantaran barang dagangan, maka dia membuka laptopnya dan meneruskan latihan membuat tulisan artikel yang nantinya akan dikirimkan ke media cetak atau online. Ini juga atas saran dari teman-temannya karena hobinya dalam membaca buku dan berbicara didepan umum tidak akan berarti apa-apa kalau tidak dituangkan dalam karya tulis yang akan menjadi warisan literatur bagi generasi yang akan datang. Mantaplah. (jm)

TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun