Mohon tunggu...
D. Prasetyo Dwi Putranto
D. Prasetyo Dwi Putranto Mohon Tunggu... Sastra Atmasendjaya

Abdi Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat || Filolog || Penulis Lepas Lahir 05 Oktober 1997, di Kota Yogyakarta dengan penuh kesederhanaan dan berkecukupan. Tumbuh dan kembangnya berdampingan dengan tumpukan buku-buku lawas sastra dan sejarah membawa penulis terjerumus dalam guratan-guratan tinta hitam di atas kertas putih. Memiliki ketertarikan pada ilmu Sastra Jawa dan tradisi budaya, menjadikan penulis seringkali blusukan untuk mempelajari hal-hal baru yang berkaitan dengan tradisi dan kebudayaan Mataram Islam Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Motif Batik Awisan (Larangan) di Kraton Yogyakarta

15 April 2025   08:51 Diperbarui: 17 April 2025   09:58 1494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar: Buku Awisan Dalem Bathik)

Motif Kawung

(Gambar: Buku Awisan Dalem Bathik)
(Gambar: Buku Awisan Dalem Bathik)

Dalam khasanah sejarah motif kain batik, motif kawung telah dikategorikan sebagaik salah satu pola hias tertua, yang bahkan telah tergambarkan pada sebuah arca Parvati pada abad ke 8 masehi. Kraton Yogyakarta telah menerapkan aturan penggunaan motif kawung yang hanya diperuntukkan bagi Sultan, tepatnya pada masa Kanjeng Sultan Hamengku Buwana II. Yang termasuk menjadi awisan atau larangan diantaranya adalah motif Kawung Byur, Kawung Kemplang, Kawung Prabu Ceplok Gurdha. Sedangkan kain jarik dengan motif Kawung Picis dapat dikenakan oleh seluruh Abdi Dalem, namun dengan ketentuan khusus yaitu tidak polosan atau harus terdapat ornamen-ornamen lain yang bukan kategori awisan.

 

Motif Sawat dan Semen

(Gambar: Motif Sawat dan Motif Semen Koleksi Sastra Atmasendjaya)
(Gambar: Motif Sawat dan Motif Semen Koleksi Sastra Atmasendjaya)

Sejak masa pemerintahan Kanjeng Sultan Hamengku Buwana II, ragam motif Sawat dan Semen telah menjadi motif batik larangan di Kraton Yogyakarta. Aturan ini telah tertulis dengan jelas di dalam arsip Kraton Yogyakarta yang mengatur perihal penggunaan kain di dalam Kraton (Add Mss 12303 koleksi British Library), "serta jenis kain jarik yang berupa larangan adalah batik Sawat. Segala macam batik yang bernama Sawat dilarang. Batik Parang Rusak, batik Semen, batik Kawungsari, batik Udan Riris, batik Cumengkirang, batik Huk, dan batik Sembagen Ombaking Toya.".

Adapun di dalam Kraton Yogyakarta yang diperkenankan menggunakannya hanyalah keluarga Sultan saja. Motif Semen Naga Raja misalnya, boleh digunakan oleh Sultan yang bertahta dan keturunannya (Putra Dalem).

Motif Lerek (Udan Riris dan Rujak Senthe)

(Gambar atas: Motif Udan Riris Koleksi Sastra Atmasendjaya || Gambar bawah: Buku Awisan Dalem Bathik)
(Gambar atas: Motif Udan Riris Koleksi Sastra Atmasendjaya || Gambar bawah: Buku Awisan Dalem Bathik)

Motif Udan Riris telah berulangkali mendapatkan 'catatan khusus' dalam penggunaannya. Aturan penggunaan motif Udan Riris sebagai motif awisan telah ditetapkan sejak zaman Kanjeng Sultan Hamengku Buwana II, dipertegas kembali pada masa Sultan Hamengku Buwana VII dan Sultan Hamengku Buwana VIII. Menurut aturan yang berlaku, motif ini hanya boleh dikenakan oleh Sultan yang bertahta dan keturunan Beliau dengan ketentuan berstatus Wayah Dalem ke atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun