Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Mukjizat Hujan Angin dan Mati Listrik Iringi Ibadah Haji

15 Agustus 2019   08:30 Diperbarui: 15 Agustus 2019   20:03 9150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan turun dengan derasnya membasahi bumi Arafah yang tengah diisi para hamba-Nya yang sedang berdoa dan bertaubat. Mungkin inilah berkah bagi para jamaah haji tahun ini karena biasanya saat wukuf itu biasanya cuaca sedang dalam kondisi puncak panasnya.

Cuaca Mendung di Arafah (Dokpri)
Cuaca Mendung di Arafah (Dokpri)
Derasnya hujan dan angin kencang walau sesaat membuat listrik padam. Tenda menjadi gelap karena tak ada lampu penerangan darurat kecuali di toilet saja. Dalam gelap kami berdoa dan tetap merenung merendahkan diri di hadapan-Nya.

Shalat Maghrib yang dijamak dengan Isya pun dilakukan dalam gelapnya tenda hingga malam menjelang diberangkatkan ke Muzdalifah. 

Listrik baru menyala sekitar jam 9 malam saat para jamaah beringsut menuju halte bis dan tenda sudah dikosongkan. Tak sampai 15 menit bis sudah tiba di Muzdalifah, padahal menunggu bisnya hampir 2 jam lebih.

Kami bermalam di tengah padang luas beratapkan langit berhias bintang pasca hujan usai. Hingga pagi hari kami masih mengantre bis menuju Mina, sementara sebagian jamaah lain memilih berjalan kaki daripada menunggu terlalu lama.

Lagipula jalanan macet total karena jutaan jamaah sekaligus hendak melempar jumroh sehingga bis yang mengangkut jamaah terlambat kembali ke Muzdalifah.

Menjelang Fajar di Muzdalifah (Dokpri)
Menjelang Fajar di Muzdalifah (Dokpri)
Jam 8 pagi kami baru dapat bis, itupun dengan "membajak" bis kosong yang baru kembali dari Mina walau supirnya sempat menolak karena bukan jatahnya mengangkut maktab kami. 

Benar saja, sesampai di batas Mina macet total tak terhindarkan. Bis nyaris tak bergerak sama sekali selama satu jam lebih, padahal jarak ke tenda tak sampai dua kilometer lagi. Jam 10 pagi barulah bis bisa merapat ke tenda tempat kami akan bermalam.

Rapatnya Tenda di Mina (Dokpri)
Rapatnya Tenda di Mina (Dokpri)
Berbeda dengan tenda di Arafah yang luas dan lega, tenda di Mina kecil dan rapat sehingga terkesan padat sekali. Kondisi geografis Mina yang berrbukit turut menunjang sulitnya membangun tenda yang nyaman. 

Gang-gangnya sempit dan sampah bertebaran dimana-mana, serta bau pipis mulai menyebar. Walau petugas rutin menyapu sampah, tetap saja tak lama kemudian sampah kembali menumpuk.

Toilet di Mina (Dokpri)
Toilet di Mina (Dokpri)
Antrean toilet juga jauh lebih padat walau jumlahnya dua kali lipat dibanding di Arafah. Bahkan sebagian toilet pria "diokupasi" wanita saking panjangnya antrian ibu-ibu. 

Panjang antrean toilet membuat sebagian jamaah frustasi dan terpaksa buang air kecil di sudut-sudut gang sehingga menyebarkan bau tak sedap. Beberapa kali petugas mengusir jamaah yang kedapatan hendak pipis dekat tenda, tapi tetap saja ada yang membandel.

Untuk meminimalkan buang air kecil apalagi besar, saya jarang minum dan tidak makan malam serta ngemil. Minum banyak hanya saat perjalanan ke jamarat saja karena lumayan jauh berjalan kaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun