Mohon tunggu...
Hamid Patilima
Hamid Patilima Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis, pembicara, dan fasilitator

Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perlindungan Anak pada Masa Pandemi Covid-19

9 Mei 2020   17:29 Diperbarui: 9 Mei 2020   17:40 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Anak menjadi kelompok yang sangat terdampak apabila terjadi suatu bencana, termasuk pada saat pandemik Covid-19. Pemenuhan hak-hak mereka terganggu, begitu juga mereka sangat rentan mengalami kekerasan, eksploitasi, dan pengabaian. Mungkin kalau bencana alam, hanya mereka yang berada di wilayah terdampak yang merasakan, begitu juga dengan perang atau konflik. Namun tidak dengan pandemik sekarang, seluruh negara di dunia terdampak, kecuali Kongo dan Korea Utara.

Anak sebagai kelompok yang rentan, bukan hanya dari kelompok keluarga miskin, namun juga anak dari kelompok menengah dan kaya. Anak dari kelompok kaya saja merasakan, bagaimana dengan mereka yang memang perlindungan mereka sudah terganggu, seperti manusia gerobak, pemulung, yang tinggal di bawah jembatan, pemurkiman liar, pengungsi dan pencari suaka, anak-anak yang orang tuanya pekerja migran. Termasuk juga anak yang disabilitas yang tinggal di keluarga dan lembaga. Belum juga anak dalam perawatan sakit terminal (kanker), anak yang sedang berproses hukum dan anak yang ikut program asimilasi.

Pendek kata, hak anak dan perlindungan khusus mereka sangat rentan terganggu. Apalagi ruang gerak mereka dibatasi saat ini. Bermain, belajar, beristirahat, dan berekreasi semua dilakukan dan dipusatkan di rumah. Bagi yang memiliki rumah yang lapang, mungkin tidak bermasalah, bagaimana dengan rumahnya yang sempit, ngontrak, dan di area pengungsian dan pembuangan akhir sampah.

Pemerintah dan lembaga non pemerintah yang biasa fokus menangani anak, tidak dapat berbuat banyak, karena ruang gerak mereka juga dibatasi, sehingga diperkenalkan tag line "Berjarak". Para aktor-aktornya juga harus memastikan aman untuk anak-anak yang mereka layani, juga anak mereka di rumah. Intinya, sangat-sangat darurat. Kalau bencana biasa, mereka dapat berbuat banyak dengan sumber daya dan dukungan yang kuat, namun masa pandemik kali ini, semuanya terbatas, bahkan dapat dikatakan sumbernya bahkan nihil, sebut saja Alat Perlindungan Diri (baju Hazmat).

Harapan satu-satunya, hanyalah peran, dukungan, dan tanggung jawab orang tua yang tinggal bersama anak di rumah, itupun, kalau lengkap, bagaimana kalau hanya ada ayah atau hanya ada bunda, orang tua tunggal. Orang tua sangat dituntut untuk lebih inisiatif, kreatif, dan inovatif serta sensitif dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.

Konvensi Hak Anak, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Penanggulangan Bencana, menjadi rujukan dalam bertindak, janganlah diabaikan, meskipun, ayahanda dan bunda juga menderita. 

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, lebih fokus pada penyelamatan ekonomi dan perlindungan terhadap pengelolaan anggaran negara. Itupun sedang diperkarakan di Mahkamah Konstitusi oleh beberapa individu, yang perlu ada kajian dari negara-negara lain yang terdampak. Biarakanlah itu sudah menjadi urusan mereka. Namun ayahanda dan bunda tanggung jawabnya langsung kepada Allah. Upaya apa telah dilakukan untuk memenuhi hak-hak dan perlindungan khusus anak.

Para kepala negara dalam Pembukaan KHA menyakini orang tua dan keluarga sebagai lingkungan yang alami bagi pertumbuhan dan kesejahteraan ... anak-anak.

Pertanyaannya, apa yang dapat diperankan oleh ayahanda dan bunda dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak.

Pastikan anak-anak tidak mengalami diskriminasi dari siapapun, termasuk dari ayah atau bunda atau kakak atau adik. Harus disadari sama-sama mengalami kedaruratan. Apa yang ingin diputuskan oleh ayahanda dan atau bunda, kepentingan terbaik anak sebagai pertimbangan utama. 

Dilema yang dihadapi dengan sumber daya terbatas, apakah mengutamakan baju baru atau makanan bergizi. Yang terpenting proses pengambilan keputusan mendengarkan pandangan anak, karena yang mengetahui, merasakan, dan yang melaksanakan termasuk ada anak di sana. Dengarkan pandangan mereka adalah penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun