Ia memahami bahwa masa depan tidak hanya butuh niat baik, tetapi juga keterampilan. Itulah mengapa langkah kecilnya sebenarnya adalah strategi besar: menciptakan generasi yang siap menembus batas sosial dan ekonomi lewat pendidikan.
Namun, fokus Krisna pada perubahan tidak hanya pada keterampilan akademis semata. Ia juga memahami pentingnya kesehatan mental dan fisik generasi muda.
Berkolaborasi dengan kelurahan, ia mendirikan posyandu remaja, sebuah program yang secara rutin mengecek tensi darah, tinggi badan, dan bahkan melakukan tes psikologi bagi anak muda usia 12 hingga 24 tahun.
Ini adalah langkah strategis untuk memastikan pemuda Pademangan tidak hanya siap bersaing secara keahlian, tetapi juga memiliki mentalitas yang sehat untuk menghadapi kerasnya lingkungan.
Di sini kita belajar satu hal penting: perubahan besar tidak selalu datang dari konferensi atau rapat kebijakan, tetapi dari tindakan kecil yang konsisten di lingkungan sekitar.
Pendidikan tidak harus dimulai dari gedung tinggi; kadang cukup dari ruang sederhana yang diisi niat tulus dan cinta terhadap sesama.
Cermin untuk Pemerintah dan Generasi Muda
Apa yang dilakukan Krisna juga menyodorkan cermin bagi pemerintah: bahwa pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama, bukan hanya jargon yang diucapkan saat kampanye.
Ketika dana negara sering tak sampai ke tangan rakyat, Krisna justru menunjukkan integritasnya. Ia tidak menunggu perubahan dari atas, tetapi memulainya dari bawah. Ia tidak menunggu besar untuk berbuat, tetapi membesarkan dirinya lewat perbuatan.
Di sisi lain, kisah ini juga menjadi panggilan bagi generasi muda lain.
Kita hidup di masa ketika "inspirasi" mudah ditemukan di media sosial, tetapi sulit diwujudkan di dunia nyata. Padahal, kepemimpinan sejati tidak butuh sorotan, hanya ketulusan dan keberanian untuk bertindak.
Kalau di setiap daerah lahir satu Krisna, mungkin wajah negeri ini akan lebih terang—bukan karena lampu kota, melainkan karena cahaya dari hati yang ingin berbuat baik.