Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Roadmap Literasi: Saatnya Pejabat Kita Serius Membaca

28 September 2025   09:22 Diperbarui: 28 September 2025   09:29 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pejabat yang membaca bisa menciptakan solusi berkelanjutan, bukan tambal sulam. (Foto: Vitaly Gariev/Unsplash)

Bayangkan seorang pejabat yang sibuk rapat, tanda tangan dokumen, atau menghadiri acara seremonial. Semua tampak sibuk, tetapi adakah yang benar-benar menyisihkan waktu untuk rapat paling penting dalam hidup seorang pejabat—rapat dengan buku?

Pertanyaan ini terasa sederhana, tetapi justru di situlah masalahnya. Rak buku rapi, tetapi lebih sering digunakan jadi latar Zoom daripada bahan refleksi.

Koleksinya mungkin tampak mengesankan, tetapi apakah isinya benar-benar dinikmati? Alih-alih membuka halaman, lebih sering yang terbuka adalah layar ponsel berisi ringkasan singkat, presentasi penuh poin, atau laporan satu halaman.

Padahal, membaca buku tidak bisa digantikan oleh infografik instan. Ada kedalaman, proses berpikir, dan refleksi yang hanya lahir dari halaman demi halaman yang dijelajahi dengan sabar. Literasi adalah investasi waktu yang pada akhirnya menghemat anggaran dan uang negara.

Mengapa Pejabat Perlu Membaca?

Seorang pejabat tidak hanya butuh popularitas, tetapi juga wawasan. Membaca adalah kebutuhan dasar untuk memperluas cakrawala, melatih kesabaran berpikir, sekaligus menumbuhkan empati.

Tanpa itu, kebijakan mudah terjebak pada solusi jangka pendek—seringkali berujung pada pemborosan anggaran (inefisiensi) karena harus direvisi atau diubah dalam waktu singkat.

Lihatlah Mohammad Hatta. Sejak muda ia mengoleksi ribuan buku, bahkan di pengasingan pun tetap membaca dan menulis. Tan Malaka menulis Madilog di tengah tekanan politik, menjadikannya salah satu karya paling visioner.

Mereka membuktikan, gagasan besar lahir dari kedekatan yang tulus dengan literasi.

Sekarang, bandingkan dengan budaya birokrasi kita yang serba instan. Keputusan sering didasarkan pada survei cepat atau bisikan orang terdekat. Jarang ada ruang untuk refleksi panjang.

Padahal, pejabat yang tak membiasakan diri membaca berisiko kehilangan arah dan mudah tergiring kepentingan sesaat. Membaca juga melatih pejabat untuk melihat rakyat sebagai manusia, bukan hanya statistik atau objek pembangunan.

Pejabat yang membaca punya perspektif luas, mampu melihat persoalan dari berbagai sisi, dan memiliki kemandirian berpikir yang membantunya melawan groupthink atau didikte oleh kepentingan sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun