Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Transpersornal Learning, Saat Sekolah Menjadi Rumah Kedua

25 September 2025   10:10 Diperbarui: 25 September 2025   10:10 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendidik dengan hati akan membuat sekolah terasa seperti rumah kedua. (Foto: Husniati Salma/Unsplash)

Transpersonal learning, yang dikembangkan oleh Agung Webe, memandang manusia sebagai makhluk yang utuh: bukan hanya rasional, melainkan juga emosional dan spiritual.

Seorang guru yang mengajar dengan pendekatan ini tidak hanya menekankan apa yang dipelajari, tetapi juga bagaimana pengalaman belajar itu membentuk kesadaran, nilai, dan karakter murid.

Guru sejarah, misalnya, tidak hanya menyampaikan kronologi peristiwa, tetapi juga mengajak diskusi tentang nilai moral di baliknya. Di sisi lain, sebelum pelajaran dimulai, guru bisa mengajak murid melakukan dua menit mindfulness agar lebih tenang dan fokus. Selain itu, proyek kelompok dapat dirancang bukan hanya untuk akademik, tetapi juga melatih empati, komunikasi, dan kerja sama.

Dengan demikian, guru kembali pada fitrahnya: hadir sebagai pembimbing, sahabat, sekaligus teladan yang memfasilitasi tumbuhnya jiwa anak.

Konsep ini sejalan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara:  sekolah adalah taman, tempat anak-anak seperti benih yang tumbuh alami, dirawat tidak hanya dengan pengetahuan, tetapi juga dengan kasih sayang.

Sekolah sebagai Rumah Kedua

Bagi banyak anak, sekolah adalah tempat mereka menghabiskan sebagian besar waktunya setelah rumah. Karena itu, sekolah seharusnya mampu menghadirkan suasana yang hangat, aman, dan penuh kasih sayang, seperti rumah kedua.

Sekolah yang hanya mengejar capaian akademik bisa melahirkan tekanan, bahkan keterasingan. Sebaliknya, sekolah yang menghadirkan kehangatan akan membuat anak merasa diterima apa adanya. Mereka belajar tanpa takut salah, berani mencoba, dan tumbuh dengan percaya diri.

Peran guru menjadi kunci. Guru yang mendidik dengan hati akan membangun hubungan personal dengan muridnya. Mereka hadir tidak hanya sebagai pengajar, melainkan sebagai pengasuh yang mendengarkan, membimbing, dan menuntun.

Peran orang tua juga tak kalah penting. Mereka adalah mitra sekolah dalam membentuk karakter anak. Dengan menjalin komunikasi terbuka dan konsisten, orang tua dapat menjadi jembatan yang mendukung apa yang dipelajari anak di sekolah.

Peran murid terletak pada keberanian mereka untuk terbuka dan berkomunikasi, baik dengan guru maupun orang tua. Murid yang mau menyampaikan pendapat, jujur dengan kesulitannya, serta aktif mencari solusi akan membuat proses belajar menjadi lebih bermakna.

Sinergi ketiganya akan menciptakan ekosistem pendidikan yang menyeluruh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun