Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Aku suka menulis apa saja yang singgah di kepala: fiksi, humaniora, sampai lyfe writing. Kadang renyah, kadang reflektif, dan selalu kuselipkan warna. Seperti hidup: tak satu rasa, tetapi selalu ada makna.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Langkah Pertama | Saat Rasa Ingin Tahu Bertemu Keberanian

12 Juli 2025   18:14 Diperbarui: 12 Juli 2025   18:14 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Langkah pertama itu bukan sekadar menuju sekolah---tetapi menuju dunia, dengan keberanian yang lahir dari pelukan rumah. (STONES and BONES/Pixabay)

"Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani."(Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan.)--- Ki Hajar Dewantara

Bukan hanya guru, orang tua pun sejatinya menyertai anak dalam setiap tahap belajar. Termasuk saat melangkah di hari pertama sekolah.

Sejak anakku berusia antara dua sampai tiga tahun, aku menempelkan gambar-gambar huruf dan angka di dinding rumah.

Aku tidak mengajarinya secara langsung. Aku hanya mengeja perlahan setiap kali kami melewati gambar-gambar itu. Lama-lama, ia tertarik. Lalu bertanya dan mengeja sendiri.

Saat ia mulai hafal, aku mengganti gambarnya dengan suku kata. Lalu kata-kata. Tetap bukan dalam bentuk pelajaran. Hanya upaya kecil untuk membuatnya merasa akrab, tertarik, dan ingin tahu.

Dengan cara itulah, ia mulai belajar membaca---bukan dari tekanan, melainkan dari rasa ingin tahu yang tumbuh perlahan di antara rutinitas rumah.

Ketika usianya mendekati masa masuk TK, aku mulai sering bercerita tentang sekolah. Tentang seragam dan teman yang banyak. Tentang ibu guru dan kegiatan bersama.

Aku ingin ia membayangkan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan, bukan asing dan menakutkan. Kami sering melewati sekolah yang sudah kupilih, terkadang berhenti sejenak---memperhatikan kegiatan di sana.

Suatu hari, saat kembali menengok sekolah, aku menunjuk ke dalam dan berkata, "Nanti Kakak di sana, ya. Main, belajar, dan baris sama teman-teman."

Ia menyimak dengan mata berbinar, lalu bertanya, "Bunda ikut masuk?"
"Tentu tidak, Kak," jawabku pelan. "Kan, yang sekolah Kakak, bukan Bunda."

"Tapi tadi Kakak lihat ada ibu-ibu yang ikut masuk ...."
Aku tersenyum. "Mungkin itu anaknya masih kecil. Kakak bilang Kakak sudah besar, kan?"
"Oh, iya. Kakak lupa," katanya sambil nyengir malu-malu.

Aku selalu mengajaknya saat pendaftaran sekolah, saat daftar ulang, bahkan saat membeli alat-alat sekolah. Aku memintanya memilih di antara pilihan yang kuberi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun