Mohon tunggu...
Ditta Widya Utami
Ditta Widya Utami Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

A mom, blogger, and teacher || Penulis buku Lelaki di Ladang Tebu (2020) ||

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Kurikulumnya, Tapi Kompetensi Guru yang Harus Ditingkatkan

17 Juli 2022   15:33 Diperbarui: 17 Juli 2022   15:46 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebetulnya hari ini saya ingin berbagi tentang keyakinan kelas. Tapi, sehubungan adanya sebuah video yang dikirim melalui pesan pribadi, saya tergelitik untuk menulis artikel ini terlebih dahulu.

Video yang dimaksud adalah RDPU Panja Kebijakan Kurikulum Komisi X DPR RI. Video yang diunggah di chanel Pendidikan Vox Point, tiga bulan yang lalu itu berjudul "Tidak Ada yang Salah dengan Gonta Ganti Kurikulum, Sekadar Pertanda Ketidakwarasan Saja".

Sebelumnya saya sempat menulis artikel berjudul "Mengapa Kurikulum Perlu Berubah?". Artikel tersebut saya tulis sebagai aksi nyata dari salah satu Pelatihan Mandiri yang terdapat dalam Platform Merdeka Mengajar. Anda bisa membaca artikel lengkapnya di sini.

Dalam video, saya sepakat terkait beberapa hal yang Indra Charismiadji sampaikan. Salah satunya bahwa bukan masalah pada kurikulumnya, tapi pada kompetensi gurunya. Itulah yang harus diperbaiki.

Loh, jadi, saya setuju atau tidak sih dengan perubahan kurikulum? Saya tetap setuju, hanya saja salah satu hal yang disampaikan Pak Indra masih senada dengan apa yang saya tulis di dalam artikel saya terdahulu, bahwa keberhasilan suatu kurikulum bukanlah tanggung jawab salah satu pihak. 

Sebagaimana pepatah "It takes a village to raise a child", dibutuhkan seluruh desa untuk merawat seorang anak. Artinya, dalam menumbuhkembangkan seorang anak, dibutuhkan peran orang tua, sekolah dan masyarakat. Itulah tiga pilar pendidikan yang utama.

Agar (kurikulum) berhasil, seorang guru dapat terus meningkatkan kompetensi dirinya. Mengapa harus terus ditingkatkan? Karena sejatinya, pendidik yang baik itu adalah pendidik yang mau jadi pembelajar seumur hidup.

Saya pernah bertemu dengan orang yang sudah ikut pelatihan. Namun ia berkata ilmu yang didapat tidak bisa diterapkan karena ada perubahan kebijakan. Seolah proses (lama) belajarnya menjadi sia-sia. Ini terjadi di sebagian besar orang. 

Memang tak mudah jika tiba-tiba harus banting setir. Baru juga belajar A, sudah berganti harus berjalan dengan cara B. Pukulan telak yang bisa mengakibatkan sebagian orang sulit untuk bangkit kembali.

Namun, sungguh, di balik itu semua saya tetap yakin akan ada hikmah yang bisa dipetik. Para pembelajar sejati selalu menikmati proses belajarnya. 

Tak percaya? Bukankah ada orang Indonesia yang memiliki belasan bahkan puluhan gelar akademik? Apa tujuan mereka meraih banyak gelar itu? Untuk masuk MURI? Atau karena sekedar hobi sebagaiamana Welin Kusuma yang punya 32 gelar akademik? 

Apa pun alasannya, tentu mereka menikmati proses belajarnya (walau pasti butuh perjuangan). Bila tidak menikmati proses, saya yakin mereka akan berhenti dengan satu dua gelar saja.

Menikmati proses belajar inilah barangkali yang menjadi kunci agar kita dapat memetik hikmah dari setiap proses pembelajaran kita, entah apakah itu bisa langsung diterapkan atau harus ditunda terlebih dahulu penerapannya.

Saya sendiri pernah ikut pelatihan pemanfaatan platform atau media pembelajaran digital. Namun, ketika saya coba terapkan di kelas, anak-anak masih belum siap. Sarana dan prasarana mereka juga belum siap. Lantas, apakah ilmu yang saya dapatkan menjadi sia-sia? Tentu tidak. 

Saya masih bisa berbagi kepada rekan guru lain. Menyebarkan lewat tulisan maupun video yang saya unggah. Alhamdulillah satu dua ada yang mengabari kepada saya bahwa mereka menerapkan apa yang saya bagikan. Bahkan ada yang sampai digunakan untuk bahan tesisnya. Alhamdulillah.

Apa pun kurikulum yang berlaku, peran guru tetap menjadi salah satu kunci emasnya. Biar bagaimana pun, guru adalah ujung tombak pendidikan yang bersentuhan langsung dengan para murid. 

Guru lah yang paling mengetahui apa-apa yang dibutuhkan muridnya. Apa-apa yang perlu ditingkatkan. Apa-apa yang perlu diperbaiki. 

Jika guru rajin melakukan refleksi dan mau jadi pembelajar sepanjang hayat, maka saya optimis bahwa tantangan zaman maupun permasalahan pendidikan akan bisa teratasi.

Memang butuh waktu. Namun bergerak walau bertahap tentu jauh lebih baik daripada diam sama sekali. Enggan atau menolak perubahan hanya akan membuat kita tergerus oleh perubahan itu sendiri. 

Kita tidak bisa menutup mata dengan keadaan saat ini. Bukankah pepatah lain mengatakan gagal merencanakan sama saja dengan merencanakan kegagalan?

Maka, mari bersiap untuk mempersembahkan yang terbaik bagi putera-puteri kita. Bagi anak-anak generasi penerus bangsa. Setiap kita (guru, orang tua, masyarakat atau pemerintah) dapat mengambil peran masing-masing. Bersama, kita pasti bisa.

Video Rapat Dengar Pendapat Umum tersebut menurut saya bukan sekedar evaluasi untuk pemerintah namun menjadi tamparan halus bagi kami (pendidik). Semoga kita (terlepas dari bidang apa pun itu) dapat terus meningkatkan kompetensi diri dan berperan aktif untuk kemajuan negeri.

Semoga bermanfaat, salam pendidikan.

Artikel ini telah terbit juga di terbitkanbukugratis.id sebagai artikel ke-11 dalam tantangan 40 Hari Menulis Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun