Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jelang Pilpres, Mari Kita Tetap Toleran dan Jaga Keragaman

14 April 2019   00:04 Diperbarui: 14 April 2019   00:37 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toleransi - nabilasubiyantoo.blogspot.com

Siapa yang tidak ingin hidup tenang, nyaman dan damai? Siapa yang tidak ingin hidup berdampingan dalam keragaman? Dan siapa yang ingin hidup dalam nuansa kebencian dan konflik? Dalam negara yang majemuk seperti Indonesia, perbedaan pandangan yang berpotensi memicu terjadinya konflik, bisa sangat terjadi kapan saja dan dimana saja. 

Apalagi ketika sentimen SARA sengaja dimunculkan melalui ujaran kebencian dan kebohongan, tidak hanya memicu terjadinya konflik, tapi juga menjauhkan tali silaturahmi. Kerukunan yang selama ini telah tercipta bisa jadi akan hancur berantakan, karena kita sudah tidak lagi saling menghargai dan menghormati.

Ketika memasuki tahun politik seperti sekarang ini, ujaran kebencian dan kebohongan nyatanya terus menguat. Sayangnya, tingkat literasi masyarakat kita saat ini masih belum sepenuhnya merata. Budaya baca masih menjadi tradisi sebagian orang saja.  Akibat ketika mereka membaca berita bohong, mereka langsung mempercayainya tanpa melakukan verifikasi. Ketika mereka menerima informasi berisi ujaran kebencian, mereka langsung mempercayainya. Jikahal ini terus terjadi, tentu akan sangat menyedihkan.

Ironisnya, jelang pelaksanaan pilpres, peredaran ujaran kebencian dan kebohongan tidak mereda, tapi justru semakin menguat. Sikap toleransi antar sesama, terus memudar berganti dengan sikap saling menyerang, saling mencari kesalahan, dan saling menebar kebencian. Perilaku semacam ini dilakukan dari remaja hingga dewasa. Dari kalangan masyarakat biasa hingga oknum elit politik. Masyarakat terus diprovokasi agar keramahan masyarakat berubah menjadi kemarahan. Ketika kemarahan terus dibiarkan mengendalikan, maka masyarakat akan berubah menjadi masyarakat 'sumbu pendek' yang cepat marah tanpa melakukan cek ricek terlebih dulu.

Para pendiri negeri ini, sudah membuat kesepakatan yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Bahwa Indonesia adalah negara majemuk, yang mengakui banyak agama. Meski dalam perkembangannya Indonesia berkembang menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, bukan berarti Indonesia disebut sebagai negara Islam. Bukan. Indonesia telah disepakati menjadi negara kesatuan, yang mengakui berbagai macam keragaman yang ada di dalamnya, termasuk keragaman dalam berkeyakinan.

Keanekaragaman suku, budaya, bahasa dan keyakinan di Indonesia ini, ibarat seperti warna-warni bunga dalam sebuah taman. Warna-warni itu akan terasa indah, jika kita semua merawatnya. Jika kita bisa merawat keanekaragaman suku, budaya, bahasa dan keyakinan tersebut, tentu Indonesia akan menjadi negara yang sangat indah. Dan jika kita bisa menjaga keindahan itu, maka keanekaragaman masyarakat akan terjaga hingga generasi berikutnya.

Ayo kita sambut pemilu pada 17 April mendatang dengan suka cita. Jangan merawat kebencian, tapi rawatlah sikap saling menghargai dan menghormati. Toleransi antar sesama harus terus kita jaga. Dengan menjaga itu, maka pemimpin yang lahir diharapkan adalah pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun