Mohon tunggu...
Dita Widodo
Dita Widodo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha. Praktisi urban garden dari 2016-sekarang. Kompasiana sebagai media belajar dan berbagi.

1996 - 2004 Kalbe Nutritional Foods di Finance Division 2004 - 2006 Berwirausaha di Bidang Trading Stationery ( Prasasti Stationery) 2006-sekarang menjalankan usaha di bidang Travel Services, Event Organizer dan Training Consultant (Prasasti Selaras). 2011 Mulai Belajar Menulis sebagai Media Belajar & Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Rembulan Tenggelam di Wajahmu - Sinopsis

12 Januari 2014   14:29 Diperbarui: 12 Januari 2016   20:16 8796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13895117401352544855

Judul Novel : Rembulan Tenggelam di Wajahmu
Karya : Tere Liye
Jumlah : 426 halaman
Penerbit : Republika [caption id="attachment_305562" align="alignnone" width="300" caption="Rembulan Tenggelam di Wajahmu"][/caption]

Ini bukan novel baru Tere Liye, karena cetakan pertama telah beredar tahun 2009. 
Secara jujur semakin saya membaca karya-karya Tere Liye, semakin saya terkagum-kagum dengan pencipta manusianya.
Ya, darimana ide itu berasal? Darimana indahnya kalimat menetes mengalir mengisi kertas-kertas kosong yang tersedia di hadapan? Darimana seseorang mampu mengaitkan peristiwa satu dengan yang lain dengan jalinan imajinasi yang demikian berkesinambungan?

Saya percaya bahwa Tere Liye hanyalah jelmaan kehendakNya mengajarkan hikmah pada manusia.  Tentu sebagai manusia, Tere Liye dilengkapi dengan kekurangan-kekurangan yang menyertainya. Tak semua karya mungkin sama kualitas dan sama menyentuhnya di hati para pembaca, itu hal yang amat jamak. Namun setidaknya upaya berdakwah dan memperluas wawasan, memberikan pemahaman tentang hidup yang diselipkan dalam karya-karyanya amat nyata terbaca.

Maka setelah beberapa novel kami nikmati sebagai hidangan lezat di keluarga kami, saya memesan Rembulan Tenggelam di Wajahmu melalui sms ke toko buku online Delisa di 0898-909-8467.  Buku itu kemudian dikirimkan 4 hari setelah transfer, plus bonus tanda tangan si penulisnya. Ini tentu kegembiraan pertama yang saya dapatkan sebelum membaca karyanya :) ***

Novel ini bercerita tentang kehidupan seorang lelaki bernama Rehan Raujana. Nama yang diberikan oleh Ibu Panti yang membesarkannya. Kata kehidupan ini bukan hanya sepenggal kisah perjalanan singkat saja, melainkan keseluruhan kisah hidup tokoh utamanya dari ia dilahirkan di dunia hingga menjelang akhir hayatnya.
Tere Liye menyajikan kisah ini dengan sangat unik, karena dikemas dalam alur mundur melalui perjalanan metafisik yang amat fantastis dan menarik.

Ini bukan tentang biografi seorang anak manusia, namun terlebih pada aneka hikmah pembelajaran yang lebih dalam untuk memaknai hidup itu sendiri. Sekitar 5 hari sebelum meninggalnya Ray ( nama panggilan ketika sudah dewasa), yang ketika itu berusia 60 tahun, dan dalam keadaan sakit keras, ia didatangi oleh seorang yang disebut penulis sebagai “orang berwajah menyenangkan”.

Saya yakin yang dimaksud penulis adalah asosiasi dari Nabi Khidir, untuk menemani perjalanan metafisik menapaki kehidupan dari kecil hingga tua seorang pasien bernama Ray, yang adalah seorang konglomerat dengan kerajaan-kerajaan bisnis di property, telekomunikasi dll yang ia raih dengan perjalanan amat berliku. Ini bukan sekadar pemutaran ulang kisah hidup, namun Ray diberi kesempatan melihat dari sisi lain yang ia tidak pernah tahu sebelumnya. Perjalanan inilah yang akhirnya mampu menjawab lima besar pertanyaan yang mengetuk-ngetuk hati dan kepalanya sepanjang hidupnya. Di masa kecil, Ray yang masih dipanggil Raehan, tinggal di sebuah panti asuhan dan tak tahu asal mula kehidupannya sendiri. Ia tumbuh menjadi seorang anak lelaki bandel, fisik yang kuat, namun berotak amat cerdasnya. Ia menjadi bandel adalah semata-mata karena dipicu lingkungan panti asuhan yang “amat tidak ideal”. Penjaga panti ialah seorang yang “mengeksploitasi” anak-anak dengan mempekerjakan mereka di jalanan. Ia pun menyalahgunakan sumbangan dari para donatur untuk  mencapai ambisinya yang adalah ; naik haji.

Satu kemunafikan yang jelas amat bertentangan dengan tujuan mulia itu pastinya. Rehan yang cerdas dapat menangkap peta politik si penjaga panti, sehingga ia menjadi seorang yang skeptis. Termasuk skeptic terhadap takdir hidupnya sendiri. Sebenarnya teman sekamar Rehan yang bernama Diar amat menyayanginya. Diar yang amat peduli. Yang selalu menyisakan setengah jatah makanannya ketika sahabatnya pulang larut malam dengan memanjat pagar dan mencongkel jendela kamar. Sahabatnya yang keterampilannya meningkat dari hari ke hari. Jika saat itu Rehan tidak peduli dan menerima kebaikan dengan datar-datar saja, itu karena mata dan hatinya sudah diliputi perasaan benci. Benci terhadap penjaga panti yang sok suci di matanya. Benci terhadap takdirnya. Hingga menggiringnya memilih kabur dari panti asuhan itu dan memilih menjadi preman di terminal, dan mulai belajar berjudi. Namun sebelum itu, Rehan yang cerdas berhasil masuk ke ruang arsip untuk mencari tahu asal usul dirinya. Di sanalah ia menemukan sebuah berkas bertuliskan nama lengkap Rehan Raujali, dan sepotong guntingan kertas koran yang sudah hampir menguning.

Sebuah berita di surat kabar yang mengabarkan peristiwa kebakaran bangunan ruko dan membakar habis seluruh isi dan penghuninya, kecuali seorang bayi laki-laki yang tersisa. Nalar dan logikanya kemudian mulai merangkai peristiwa demi peristiwa, dan menyimpulkan, bahwa bayi laki-laki malang itulah dirinya. Siapa yang melakukan perbuatan keji itu?? Teramat banyak kepahitan hidup yang dialami setelah ia kabur dari panti asuhan. Diar, sahabat baiknya sebagaimana penghuni panti lainnya menjalani keseharian dengan bekerja. Dan saat itu Diar bekerja sebagai penjaga toilet umum di terminal, tempat Rehan melangsungkan aksinya sebagai preman. Rehan mencuri celana jins milik supir bis malam yang sedang mandi di toilet umum tersebut, dan lalu membawanya lari untuk dijual. Uang hasil penjualannya selain untuk membeli makan, juga dihabiskan di meja judi. Sementara Diar yang tidak sempat menjelaskan tentang siapa pencuri celana jins tersebut menjadi korban amuk massa dengan siksaan yang amat mengerikan. Beruntung polisi segera datang sebelum massa membakarnya hidup-hidup, hingga ia dilarikan ke rumah sakit. Di ruang ICU itulah Diar bersebelahan dengan Rehan yang dirawat di ruang yang sama dalam kondisi sama kritisnya.

Petualangan Rehan di meja judi, menang-kalah dan lalu menang lagi hingga menggulung habis kekayaan si Bandar judi harus dibayar mahal. Ia ditemukan polisi dengan luka 7 tusukan di lambung yang amat parah. Dan takdir pula yang menentukan hingga keduanya dirawat di ruang ICU yang sama. Di sinilah ternyata ruang yang ditentukan langit untuk menjadi titik balik si penjaga panti. Diar dalam kesaksian terakhirnya mengakui bahwa dialah perusak tasbih milik penjaga panti. Ketika itu Rehan mengakui kesalahan itu sebagai kesalahannya hingga hukuman cambuk dan siksaan itu ditanggungnya dengan sepenuh ketegaran. Bagi Rehan, pengakuan itu hanya sebagai bentuk perlawanan. Sementara bagi Diar, peristiwa itu amat meninggalkan kesan mendalam sehingga terhitung hari itu, ia bersumpah untuk selalu menghargai Rehan, sahabatnya. Ia tak peduli bagaimana pun kebandelan Rehan, dan bagaimana pun Rehan di mata orang lain, di mata Diar, Rehan adalah pahlawan. Rehan adalah orang yang amat dia sayangi.

Detik-detik akhir sebelum akhirnya Diar menghembuskan napas terakhirnya, ia menitipkan Rehan pada penjaga panti agar menyelamatkannya.  Penjaga panti yang seperti menemukan cahaya di lorong gelap, serta merta dibukakan matanya atas seluruh kesalahan besar yang ia lakukan selama ini. Dan tabungan yang hampir terkumpul untuk menunaikan ibadah haji diambilnya untuk membiayai pengobatan Rehan ke ibu kota. ( Peristiwa demi peristiwa ini dikisahkan oleh orang berwajah menyenangkan pada Ray, karena ketika itu jelas Ray tidak pernah tahu tentang apa yang Diar pikirkan. Termasuk ketika Diar meninggal pun, Ray tidak tahu karena saat itu dia sendiri sedang kritis). Kepahitan hidup Rehan remaja sempat berhenti ketika ia dititipkan ke sebuah rumah singgah sepulang ia berobat selama 6 bulan di ibu kota itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun