Mohon tunggu...
Disri Vibar
Disri Vibar Mohon Tunggu... -

Kaum Muda Bangkitlah untuk bangsa dan negara @DisriVibar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kekuasaan Itu Dekat

10 Oktober 2013   15:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:43 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Para aktivis mahasiswa dan aktivis gerakan sosial tahun 1980-1990-an, terutama yang berada di daerah tentu masih mengingat tentang ruang kekuasaan yang terasa teramat jauh dan samar-samar. Sehingga dalam beragam kesempatan saat bertemu dengan para aktivis dari ibukota, informasi tentang situasi nasional (sitnas) menjadi agenda penting untuk diketahui. Pun dalam pelatihan-pelatihan kader, pertemuan organisasi, pertemuan jaringan, sitnas menjadi satu materi wajib dengan menghadirkan orang ibukota. Berdasarkan informasi itulah, strategi dan taktik gerakan ditetapkan.

Informasi menarik pada saat itu, jika terdengar ada perpecahan di tubuh ABRI.  Ini dinilai membuka kemungkinan keleluasaan yang lebih baik bagi gerakan. Sebab, ABRI dinilai sebagai pemegang kekuasaan di berbagai sektor, walaupun disadari tetap di bawah kendali Soeharto.

Gerakan yang menyentuh arena sensitif, yang berhubungan dengan kasus-kasus rakyat, mempersoalkan kebijakan nasional, pembangkangan terhadap program pembangunan, terlebih bila gerakan melibatkan massa terorganisir, maka itu memang harus dihancurkan. Adagium ”piring retak di gunung-pun akan terdengar di Jakarta” menunjukkan bagaimana kontrol kekuasaan terhadap rakyat yang sngat ketat.

Media, juga sangat terkontrol. Pikiran-pikiran kritis atau pemberitaan mengenai kasus sensitif yang mempersoalkan kekuasaan, dapat dipastikan akan mendapat teguran atau bahkan dimatikan dengan pencabutan SIUPP.

Sikap kritis, walaupun dilontarkan melalui karya-karya fiksi, tetap saja berada dalam pengawasan. Dinilai melebihi batas oleh kekuasaan maka akan muncul pelarangan.

Organisasi politikpun saat itu dapat dikatakan mandul. Hanya sebagai boneka guna mengesahkan tentang suatu negara yang demokratis.

Maka, gerakan yang berlangsung untuk membangun organisasi rakyat yang kritis atau penentangan terhadap kekuasaan memang berlangsung secara tersembunyi. Segel (selebaran gelap), brosur gelap, ”organisasi tanpa bentuk”  demikian pernah disebut oleh pemegang kekuasaan. Ratusan atau ribuan aktivis pernah mengalami masa-masa diteror, dikejar-kejar, disiksa, sebagian ditangkap dan dipenjara dan sebagian lagi dibunuh, dan hingga kini pun masih ada yang tidak jelas keberadaannya..

Namun, era macam itu sudah berakhir. Reformasi, kejatuhan Soeharto di tahun 1998 dapat dikatakan menjadi titik awal perubahan. Kebebasan untuk berorganisasi dan berpendapat sudah sangat longgar. Penyebutan Presiden di dalam suatu organisasi bukan hal menakutkan lagi.

Pada era ini, mantan aktivis mahasiswa dan aktivis gerakan sosial, banyak yang tidak alergi lagi untuk memasuki  arena politik. Ruang  kebebasan untuk mengembangkan gagasan pembangunan bagi Indonesia, terbuka bagi siapapun. Kini, kita saksikan mereka telah menduduki pula posisi-posisi penting dalam kekuasaan, atau posisi-posisi strategis di dalam berbagai organisasi pemangku kepentingan lainnya.

Bagi masyarakat sipil, ruang berpartisipasi dalam pembangunan-pun seakan terbuka lebar. Media memiliki kebebasan penuh menampilkan apa saja. Jejaring sosial juga menjadi arena untuk berbagai informasi. Kontrol terhadap kekuasaan berlangsung melalui institusi formal ataupun melalui media-media masyarakat sipil. Apapun gerak pemegang kekuasaan, harus bersiap terekam dalam kamera. Kekuasaan, rasanya dekat dan tidak berjarak bagi masyarakat sipil.

Kendati kita telah berada di era keterbukaan, kita masih dikejutkan dengan berbagai peristiwa politik yang menciderai perjalanan sebagai bangsa dan negara. Praktik korupsi yang masih merajalela, skandal seks, terjebak pada putaran narkoba, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk

Media, bagaimanapun menjadi arena pertarungan untuk membangun dan menggiring opini publik. Seringkali, sebagaimana dikatakan dalam postingan Bung Katedra lahir tulisan-tulisan yang tidak berdasarkan fakta, malah kecenderungan bersifat fitnah (lihat di SINI ). Kekuasaan itu memang dekat, Sekarang bagaimana engkau sendiri memposisikan diri!

Disri Vibar, Indonesia, Oktober 10, 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun