Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Simbolisme dan Keseimbangan Homeostasis Ekosistem

7 Desember 2020   12:07 Diperbarui: 7 Desember 2020   12:14 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tujuanwisatanasional.blogspot.com

Manusia adalah makhluk yang berbudaya dan budaya manusia penuh dengan simbol-simbol. Dalam artian ini kita dapat mengatakan bahwa budaya manusia penuh diwarnai dengan simbolisme, yaitu suatu pola pemikiran atau paham yang menekankan atau mengikuti konsep-konsep yang mendasarkan diri kepada simbol-simbol. 

Kebudayaan sendiri terdiri dari konsep-konsep, simbol-simbol, gagasan-gagasan dan nilai-nilai sebagai hasil karya dan perilaku manusia sehingga antara manusia dengan simbol-simbol memiliki hubungan yang sangat erat, maka Ernst Cassirer mendefinisikan manusia sebagai Animal Symbolicum.

Setiap kebudayaan di Indonesia tentu mengenal simbol-simbol. Pengenalan manusia akan simbol-simbol ada beragam bentuknya. Ada yang mengenal simbol lewat tata aturan adat, ada yang mengenal simbol lewat alam misalnya suara burung, binatang hutan dan lain-lain. 

Ada pula yang mengenal simbol lewat kekhasan motif, bahasa ataupun kesenian-kesenian. Melihat nilai esensial simbol pada hidup manusia, kita dapat mengatakan bahwa dalam interaksi dan keseharian manusia tidak dapat dilepaskan dari simbol-simbol yang menandai hidup manusia di bumi.

Dalam tulisan ini saya mengajak pembaca untuk menggumuli simbolisme dan keseimbangan homeostasis ekosistem dalam konteks salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia, yaitu kebudayaan Dayak. Dunia simbol dalam kehidupan masyarakat Dayak diyakini memiliki kekuatan gaib dan nilai religius yang tinggi.

Keyakinan mereka bahwa simbol memiliki kekuatan gaib dan nilai religius yang tinggi itu mempengaruhi kehidupan mereka. Sepengetahuan penulis sebagian besar simbol-simbol itu diambil atau berasal dari alam. 

Salah satu contoh seperti suara burung tertentu yang menandakan apakah boleh atau tidak melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan. Masyarakat Dayak juga mengetauhi kapan saat musim hujan atau musim kemarau. 

Pengetahuan ini mereka peroleh lewat fenomena alam atau tanda-tanda dari alam, seperti keadaan pohon tertentu, cuaca, angin, panas, langit dan lain-lain.

Simbol-simbol dari alam ini menyadarkan masyarakat Dayak untuk menyesuaikan sikap dan tindakan mereka dengan alam. Dampak yang timbul apabila mereka mengabaikan simbol-simbol atau tanda-tanda alam itu ialah akan timbul suatu ke-chaos-an atau bencana alam. 

Penyesuaian diri dengan situasi dan kondisi yang disimbolkan alam itu mengarahkan orang Dayak menjaga keserasian dan keseimbangan homeostasis ekosistem alam. Mereka sadar bahwa jika mereka tidak menjaga keseimbangan itu mereka akan binasa juga. 

Jadi, dinilai secara moral mereka juga dituntut menjaga keseraisan dan keseimbangan homeostasis ekosistem alam. Hal ini mempengaruhi konsep orang Dayak terhadap alam. Bagi mereka alam harus dirawat, dilestarikan dan dijaga keutuhanya agar ekosistem tetap seimbang.

Konsep hidup orang Dayak yang melihat alam secara sintesis-holistis itu sangat berperan bagi pemahaman yang baik tentang alam. Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari alam.

Memang, manuisa diberi keistimewaan oleh Yang Tertinggi untuk dapat memanfaatkan dan mengolah alam. Tentunya pemanfaatan dan pengolahan alam itu harus dilakukan secara bertanggung jawab. 

Dalam memanfaatkan dan mengolah alam masyarakat Dayak memiliki batasan-batasan. Batasan-batasan itu diatur dalam tata tertib hukum adat yang menjadi patokan dan pedoman bagi orang Dayak.

Sebelum 'manusia modern' sibuk mencari metode dan cara penanganan krisis lingkungan hidup akibat ulahnya sendiri, ternyata orang Dayak telah menghayatinya dalam religiositas mereka. Hal ini tampak jelas dalam religiositas kosmis masyarakat Dayak, terutama dimensi ekologis dan religiusnya.

Dimensi ekologis religiositas kosmis ini begitu mewarnai praksis hidup orang Dayak. Hal ini dapat dikatakan menjadi ciri khas orang Dayak sendiri. Persahabatan dengan alam dan alam yang dilihat sebagai tanda kehadiran dan keagungan Yang Tertinggi (Tuhan) itu mencetuskan kearifan dalam mengelaola alam dan sumber dayanya. Keyakinan ini menghancurkan dan membusukkan tudingan bahwa orang Dayak adalah perusak alam dan penyebab bencana alam.

Kesadaran orang Dayak akan keutuhan ciptaan dan kelestarian alam sangat tinggi. Orang Dayak tidak akan sembarangan memanfaatkan alam apalagi merusaknya. Mereka sadar bahwa mereka tidak memiliki emas atau perak atau barang berharga yang dapat diwariskan kepada anak cucunya. 

Mereka hanya memiliki tanah sebagai warisan berharga bagi anak cucu mereka. Dengan mengolah tanah sewajarnya dan sepantasnya anak cucu mereka dapat memperoleh sumber hidup dari alam atau tanah yang mereka olah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun