Mohon tunggu...
Chevyco Hendratantular
Chevyco Hendratantular Mohon Tunggu... Freelancer - Sarjana Arkeologi, Pekerja Industri Kreatif

Sarjana Arkeologi, tertarik dengan komunikasi sains dan budaya dan apapun yang berhubungan dengan Ke-Indonesia-an

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Bumi Manusia", di Antara Kebangkitan dan Penghinaan Sastra?

21 Agustus 2019   13:18 Diperbarui: 21 Agustus 2019   13:32 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran Rumah Perkebunan Belanda | pinterest.com/fotoindonesiajamandulu

Wawancara dalam video itu sangat menarik terutama ketika saya menemukan satu bagian dalam video itu di mana Felix Nesi menyatakan dengan tegas bahwa adalah suatu kejahatan untuk mengangkat karya sastra ke dalam sebuah film, lalu diikuti dengan pernyataan bernada pesimis dari Goenawan Mohamad yang mengatakan bahwa adaptasi karya sastra menjadi film atau bentuk lain biasanya jelek.

Ya reaksi dari beberapa orang yang saya kenal sangat menggemari sastra pun serupa, mereka sangat benci ketika mengetahui bahwa Bumi Manusia akan diadaptasi menjadi film, apalagi ditambah dengan pemeran utama 'Minke' yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan, seorang aktor yang memiliki persona yang kurang cocok dengan tokoh yang dimainkan. Tapi memang setelah saya menonton film tersebut ujaran-ujaran sinis mereka memang terbukti, adaptasi film-nya sungguh kepayahan dalam menggambarkan situasi yang diceritakan di dalam novel.

Persoalan utama yang ingin disampaikan dalam novel tentang kesewenangan kolonial beserta hambatan dari sistem feodal jawa sangat jauh dari kata baik, kalau tidak ingin dikatakan sangat buruk. Interaksi karakter dan juga interaksi kelompok golongan yang seharusnya bisa memberikan gambaran nyata tentang situasi sosial,politik dan hukum pada masa itu seakan luput menjadi fokus utama dalam film, tergantikan dengan adegan-adegan romantisme yang menurut saya kurang jelas peruntukannya. 

Film Bumi Manusia tidak berhasil menangkap dan menggambarkan bagaimana dinamika masyarakat di Hindia Timur yang terdiri dari berbagai golongan dengan akar budaya, pandangan ideologi, dan hukum yang berbeda saling bergesek, bertubruk, bersinergi dan berhubungan.

Ambil saja kalangan Indo dalam cerita itu, menurut saya pribadi, kalangan Indo merupakan kalangan yang cukup dilematis kehadirannya dalam masyarakat di masa itu. Kalangan indo tidak pernah dianggap seutuhnya sebagai orang Belanda karena mereka memiliki darah pribumi dan mereka pun banyak dibenci oleh kalangan pribumi karena memiliki darah penjajah dalam dirinya. 

Dengan glorifikasi terhadap bangsa eropa yang menempati strata sosial teratas dalam masyarakat, kalangan indo mendambakan dirinya juga berada pada strata yang sama dengan orang-orang eropa asli, namun sayangnya sekeras apapun mereka menjadikan diri mereka "Belanda" tak kunjung mereka mendapat tempat dalam strata sosial bangsa-bangsa eropa, mereka pun mendapatkan diskriminasi. 

Diskriminasi terhadap mereka pun tak hanya dari  kalangan orang-orang eropa saja, mereka juga mendapatkan diskriminasi dari kalangan pribumi, mereka dicurigai sebagai kaki tangan para penjajah. 

Itulah mengapa tokoh-tokoh seperti Robert Mellema, Robert Suurhoff, dan Jan Dapperste seharusnya menjadi kunci dalam film tersebut untuk menjungkirbalikkan persepsi diantara dua pihak dominan yang saling bersebrangan yaitu para pengkoloni eropa dengan kalangan feodal jawa. Namun kekuatan ini nampaknya tidak dimanfaatkan pembuat film untuk memaksimalkan pesan yang hendak digambarkan pram melalui novelnya.

Kehadiran Babah Ah Tjong dan Meiko yang mewakili kalangan yang dikelompokkan sebagai timur asing pun dihadirkan tanpa nilai berarti di dalam film. Diskusi-diskusi Minke dengan dua bersaudara de la Croix tidak dimanfaatkan pembuat film untuk mendorong para penontonya tersadar dari amnesia sejarah akan isu-isu sosial-politik yang pernah terjadi di Hindia Belanda kala itu, isu-isu yang nantinya akan membawa pemikiran pemuda-pemudi untuk mencetuskan kemerdekaan bagi bangsanya sendiri. 

Dari semua kekurangan yang telah saya sampaikan membawa kita pada pertanyaan apakah hal ini serta merta membuat kehadiran film merupakan penghinaan terhadap karya sastra?

Menilai arti kehadiran Film Bumi Manusia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun