Mohon tunggu...
Boby Lukman Piliang
Boby Lukman Piliang Mohon Tunggu... Politisi - Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo dan Jokowi, Siapakah yang Dewasa Menyikapi Kekalahan dan Arif Merasakan Kemenangan?

23 Mei 2019   21:05 Diperbarui: 23 Mei 2019   21:21 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Instagram @hanifan_yk

Harapan masyarakat agar Presiden Joko Widodo dan Capres Prabowo Subianto segera bertemu untuk menetralisir keadaan yang kian memanas dalam beberapa hari ini sepertinya harus segera diwujudkan. Betapa tidak, akibat kebuntuan komunikasi keduanya, berbagai peristiwa yang bahkan sampai merengut nyawa warga masyarakat sampai harus terjadi. Aksi demonstrasi yang digelar di depan kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum diduga ditunggangi oleh kelompok tertentu yang ingin menangguk di air keruh.

Tentu harapan itu harus segera diwujudkan. Sebab, tidak ada pengalaman yang membuktikan bahwa penyelesaian masalah selalu dapat diurai dengan menggunakan aksi masa dan apalagi kekerasan. Oleh karena itu, keterlibatan semua pihak, baik tokoh politik, tokoh masyarakat harus segera didorong agar proses rekonsiliasi yang diinginkan dapat berjalan dan tercipta dengan damai.

Kita dapat memaklumi kenapa Capres Prabowo Subianto tidak mau menerima pengumuman yang disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum yang menyatakan bahwa Paslon Jokowi-Ma'ruf mendapat suara terbanyak di Pilpres 17 April silam. Prabowo dan Koalisinya tentu memiliki alasan kuat sebagaimana disampaikan dalam pidatonya di Jalan Kartanegara, Jakarta Selatan yang menyatakan tidak menerima hasil rekapitulasi akhir yang diumumkan KPU karena terdapat beberapa kejanggalan. Prabowo bahkan menegaskan ia akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas apa yang disebutnya sebagai kecurangan.

Namun, disisi lain, meski Prabowo bersiap melakukan langkah konstitusional dengan menggugat pengumuman KPU ke MK, sejumlah aksi unjuk rasa terus menerus terjadi. Aksi yang tadinnya berlangsung damai dan tertib itu berujung menjadi aksi yang anarkis pada malam harinya. Aparat keamanan menyebutkan kerusuhan dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang diduga berasal dari kelompok berbeda dari peserta aksi pada siang harinya.

Korban juga telah berjatuhan. Ada yang meninggal dunia. Media menyebutkan jumlah korban yang terpaksa meregang nyawa akibat aksi itu mencapai enam orang disamping puluhan lainnya menderita luka berat dan ringan. Tentu, bentrok antara pengunjuk rasa dengan aparat keamanan ini tidak dikehendaki dan patut disesalkan terjadi.

Saya sepakat dengan usulan yang disampaika oleh Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Andi Arief yang meminta agar kedua tokoh yang bersaing di Pilpres segera menggelar pertemuan guna menenangkan massa. Sejauh ini, baru Prabowo yang berpidato kepada pendukungnya dan meminta untuk menjaga ketertiban dan mendukungnya untuk mengajukan gugatan ke MK. Namun, dari kubu Presiden Jokowi belum ada satu patah katapun yang disampaikan kecuali pernyataan demi pernyataan dari Menko Polhukkam Wiranto, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dan Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko.

Saya mengira tidak ada alasan untuk menunda pertemuan tersebut. Ini bukan soal menang atau kalah dalam Pemilu. Kalau ukurannya adalah menang dan kalah dan selisih suara maka sudah benarlah langkah yang akan diambil Capres Prabowo dengan menggugat ke Mahkamah Konstitusi.

Akan tetapi, Pilpres ini buka hanya soal hitungan hitungan angka di kertas C1 Plano yang diperdebatkan. Ini soal adanya tudingan dan kecurigaan adanya kecurangan dalam pelaksanaan pemilu yang melibatkan salah satu paslon tertentu yang diduga dilakukan secara masif, terstruktur dan sistimatis.

Tentu bagi pihak yang merasa punya bukti adanya kecurangan, ia harus mengajukannyake Mahkamah dan memparatankan argumen serta bukti yang dimilikinya. Tidak mudah memang untuk membuktikan adanya kecurangan itu, apalagi rentang waktu yang diberikan oleh UU kepada MK untuk memeriksa dan mengadili perkara cukup sempit dan singkat. Maka, solusi dari semakin tajamnya friksi di tengah masyarakat dan semakin membuka ruang bagi dugaan adanya kelompok yang mencoba memanfaatkan situasi untuk melakukan tindakan inskonstitusional, maka ruang dialog diantara kedua tokoh harus dibuka secara luas dan leluasa.

Dengan dialog antara Prabowo dan Jokowo, maka hal itu diyakini akan mampu mendinginkan suasana dibawah. Sebab logikanya, jika elit sudah berbicara dan saling menyelesaikan sangketa dengan cara cara yang beradab, maka hal itu akan menular kebawah.

Sejatinya tidak ada kusut yang tak akan bisa diselesaikan. Politik adalah sebuah pesta, ia tidak harus dijadikan ajang melampiaskan amarah dengan membakar apa saja yang akan merugikan bangsa. Kedewasaan Prabowo dan Kepemimpinan Jokowi akan diuji disini. Siapakah yang akan lebih dewasa menyikapi kekalahan dan arif dalam merasakan kemenangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun