Mohon tunggu...
Dion Sandytama
Dion Sandytama Mohon Tunggu... Lainnya - A student

Always learn from everything

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diplomasi Publik, Seberapa Penting?

24 November 2020   14:10 Diperbarui: 24 November 2020   15:23 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membahas diplomasi publik, tidak ada definisi yang pasti untuk menjelaskannya. Setiap negara mempunyai definisi masing-masing sesuai dengan tujuan serta sasaran diplomasi publik yang ditetapkan. Diplomasi Publik (DP) pada dasarnya menekankan kepada hubungan kekuasaan politik yang memiliki kaitan kuat dengan hasil kebijakan luar negeri serta keamanan nasional.

Dapat dipahami secara lebih sederhana bahwa DP adalah suatu agenda diplomasi publik yang didorong oleh kepentingan tertentu atau dipengaruhi dari pemimpin yang sedang berkuasa.

Mantan Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, menekankan gaya diplomasi publik yang kolaboratif untuk menyatukan para mitra global AS agar tujuan bersama dapat terealisasi. Cara ini sedikit berbeda dibanding yang dilakukan pendahulunya, George W. Bush, dengan gaya diplomasi publik sepihak melalui penekanan terhadap pemerintahannya agar memenangkan setiap "perang" yang dipimpin AS. Kembali lagi, setiap pemimpin negara pasti memiliki gaya, konsep, tujuan, serta sasaran masing-masing dalam diplomasi publik ini.

Berbicara terkait AS, sebagai sebuah konsep modern, pada mulanya diplomasi publik berasal dari perjuangan ideologis abad 20 antara negara adidaya tersebut dan Uni Soviet. Masa ini adalah era ketika manajemen diplomasi ditutut memenangkan hati dan pikiran publik global.

Pada tataran dunia, diplomasi publik mengacu pada upaya komunikasi global untuk menginformasikan, mempengaruhi, serta melibatkan publik global untuk mendukung kepentingan nasional suatu negara.

Upaya ini dirancang agar transparan dalam misinya dan terbuka dalam fungsinya. Komunikasi terbuka, interaksi, dan menjangkau publik melalui pengelolaan berita serta opini sangat diharapkan dalam proses diplomasi publik.

Ada tiga lapisan utama keterlibatan dalam diplomasi publik, yakni komunikasi monologis (satu arah), dialogis (dua arah atau multidireksional), dan kolaboratif (usaha kelompok/proyek bersama). Komunikasi monologis selalu melibatkan pernyataan publik dengan efek global yang bertahan lama. Sedangkan komunikasi dialogis penting untuk keterlibatan dalam politik internasional.

Pada komunikasi dialogis ini, dialog diperluas serta diperkaya hingga terjadi pertukaran informasi dan gagasan melintasi batas sosial budaya. Lapisan ketiga, yaitu kolaboratif, membantu kita untuk memahami bagaimana diplomasi publik beroperasi dalam lingkungan komunikasi global yang melibatkan tiga atau lebih negara atau organisasi internasional dengan permasalahan-permasalahan lebih kompleks.

Sementara berbicara pada tataran praktis, saat ini setiap organisasi internasional nonpemerintah disarankan memperhatikan misi diplomasi publiknya serta menjelaskan terkait pemahaman tentang tujuannya dalam komunikasi eksternal dan internal.  Hal ini karena mereka harus menyadari dan mempertahankan citra nama organisasi pada lingkungan internasional dalam zaman yang semakin tidak menentu ini.

Terkait topik ini, saya akan berkomentar mengenai masa depan diplomasi publik yang dapat semakin dinamis, fleksibel, dan kemungkinan tidak memiliki standar pasti oleh karena kemajuan teknologi informasi serta makin kompleksnya permasalahan dunia. Diplomasi publik dapat memasuki era baru, ditandai pergeseran informasi satu arah tradisional menjadi tren pertukaran publik interaktif dua arah (McPhail, 2014:78). 

Pergeseran itu tentu mendukung timbal balik antara kedua belah pihak atau lebih yang dapat membuka peluang terciptanya hubungan baik, kontinuitas serta kepercayaan dalam jangka panjang, dan komitmen yang tinggi.

Hal ini dapat membawa dampak positif, yaitu banyak negara menjadi memiliki suatu ikatan untuk ikut serta dalam setiap penanganan krisis di dunia. Bagaimanapun setiap momen krisis eksternal secara langsung atau tidak akan mempengaruhi stabilitas dalam negeri negara-negara di dunia.

Menurut saya pada abad kedua puluh ini, lapisan kolaboratif dalam diplomasi publik akan mendominasi komunikasi negara-negara dunia. Hal ini karena, seperti sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya, permasalahan dunia semakin kompleks sehingga memerlukan pemecahan masalah secara bersama-sama. Mereka menyadari manajemen komunikasi dan tindakan do-it-alone tidak praktis, tidak efektif, serta tidak terjangkau (McPhail, 2014:78).

Kemudian saya akan memberi contoh terkait diplomasi publik yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk membebaskan 2 Warga Negara Indonesia (WNI) dari tawanan kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina pada 2019 lalu. Pemerintah RI, melalui Kementerian Luar Negeri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kedubes RI di Manila, Filipina menggandeng Pemerintah Filipina untuk menuntaskan misi pembebasan itu.

Di sini sudah terlihat adanya lapisan dialogis, yaitu diplomasi yang terjadi dua arah. Lalu berubah menjadi lapisan kolaboratif karena Pemerintah Filipina-lah yang melakukan negosiasi langsung dengan kelompok teroris tersebut untuk membaskan dua tawanan. 

Artinya, sudah ada lebih dari dua pihak yang terlibat diplomasi dengan masing-masing memiliki tujuan serta kepentingan di dalamnya. Keberhasilan misi pembebasan dua tawanan itu tidak lepas dari langkah serta strategi diplomasi humanis yang dipilih Pemerintah Indonesia-Filipina sehingga membuat kelompok teroris tersebut akhirnya luluh dalam proses diplomasi itu.

Kemudian saya akan sedikit memberi kesimpulan dasar terkait materi diplomasi publik.Dapat disimpulkan bahwa diplomasi memegang peranan kunci dalam komunikasi negara, baik secara ke luar atau ke dalam. Tidak heran banyak keputusan penting dan momen kunci yang dihasilkan dari diplomasi publik ini.

Dari sini ada sebuah catatan reflektif menurut saya, yaitu setiap negara dan organisasi nasional atau internasional harus memiliki diplomasi publik yang baik agar tidak terjebak pada perspektif dirinya sendiri dalam menghadapi setiap tantangan yang dihadapi. Namun yang paling utama, mereka tidak bisa melangsungkan hidup sendiri tanpa kerja sama dengan pihak lain.

Daftar Pustaka 

McPhail, Thomas L. 2014. 4th edition: Global Communication Theories, Stakeholders

and Trends. West Sussex: WILEY Blackwell

Prabowo, K.W. Medcom.id, 22 Februari 2019. Upaya Diplomasi dalam Pembebasan

Sandra Abu Sayyaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun