Mohon tunggu...
Dionisius Yusuf
Dionisius Yusuf Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang pendidik

Seseorang yang sedang belajar menulis tentang banyak hal, silahkan colek saya di IG @ichbindion, dan FB Dionisio Jusuf

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Hari Ketujuh Karantina di Wisma Atlet: Haru! Kisah Perjuangan Tiga Perawat Perangi Covid-19

13 Agustus 2020   06:00 Diperbarui: 13 Agustus 2020   19:18 1751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ners Silvia, Duma dan Toni (dok pribadi)

Ia menegaskan hal terberat bekerja di Wisma Atlet selain melawan rasa takut tertular Covid-19 adalah kangen rumah dan orang tua. 

“Sudah dua bulan saya disini dan tidak pernah pulang. Belum lagi nanti sesudah dari sini harus karantina selama dua minggu setelah hasil tes swab keluar,“ papar Silvia yang merupakan alumni dari Akademi Keperawatan Yatna Yuana Rangkas Bitung, dimana lokasi rumah orang tuanya juga terletak pada kota yang sama.

Menjadi ners di saat wabah mengganas bagi sebagian ners berarti mempertaruhkan nyawa. Ners adalah “penjaga gawang“ dalam memerangi pademik Covid-19 yang bekerja tanpa mengenal waktu dan istirahat. 

Merekalah orang terdepan yang berhadapan langsung dengan pasien positif. Memberi obat, mengukur tensi, mengukur suhu badan, memberikan konsultasi (jika diperlukan) adalah tugas sehari-hari yang harus mereka jalani. 

Maka tidak heran banyak anggota keluarga yang tidak mengizinkan anaknya bekerja sebagai ners di Wisma Atlet. Namun demi nama kemanusian mereka memutuskan untuk tetap bergabung di Wisma Atlet. Salah satunya adalah kisah ners Duma yang berasal dari Samosir, Sumatera Utara yang juga saya jumpai di ruang poli lantai 18.

“Orang tua tidak mengizinkan ketika saya mau bekerja di Wisma Atlet. Mereka khwatir saya akan tertular virus Covid-19,“ cerita Duma dengan nada datar.

Duma adalah ners yang memiliki banyak pengalaman kerja.Dia pernah berkerja di RS. Elisabeth Medan, RS di Batam, dan RS. Bethsaida Gading Serpong. Namun nasib tidak memihak kepadanya. Masa pademik membuat dia kehilangan pekerjaan di RS. Bethsaida. Kontrak kerjanya tidak diperpanjang, sehingga dia harus mencari pekerjaan lain.

Berbekal info dari rekan sejawatnya, Duma mendapatkan kabar bahwa Kemenkes sedang membutuhkan ners yang akan ditempatkan di Wisma Atlet. Lalu dia mengirim lamaran ke Kemenkes meski pada awalnya dia memiliki rasa takut untuk melamar pekerjaan tersebut. Namun dia kikis rasa takut itu. Dia ingin tunjukkan kepada keluarganya bahwa pilihannya mengabdi di Wisma Atlet adalah pilihan tepat.

Duma menceritakan bahwa siksaan terberat bagi dia saat ini bukan lagi masalah pekerjaan, melainkan APD yang dia gunakan. 

“APD yang digunakan cukup menyiksa. Nafas menjadi tidak leluasa. Belum lagi harus menahan untuk tidak makan dan minum. Tapi siksaan yang paling berat adalah menahan buang air. Saya harus menggunakan APD selama 8 jam,” papar Duma.  

Dia juga menerangkan bahwa ners di Wisma Atlet harus bertugas selama 24 jam yang terbagi menjadi tiga shift, yaitu shift pagi (08.00 – 16.00), shift sore (16.00 – 23.00) dan shift malam (23.00 – 08.00). 

Selama bertugas, mereka hanya dibekali dengan satu set APD. Mereka harus tetap memakai APD tersebut dari awal bertugas sampai selesai masa shift mereka.

Saya dapat merasakan betapa tersiksanya para ners ketika mereka menggunakan APD. Berjam-jam mereka harus bertahan dalam pengapnya alat pelindung diri. Para ners wajib menggunakan APD lengkap agar tidak terjangkit virus Covid-19. 

Ners seperti Duma, Silvia dan Toni masih harus menambahkan beberapa pengaman pada APD yang dikenakannya. Saat mereka memakai masker N-95, mereka harus menambahkan plester pada sela-sela antara masker dengan kulit wajah supaya lebih rapat. Tersiksa, sudah pasti. Tapi mereka melakukan itu semua untuk kami para pasien positif Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun