Hingga hari ini, perbincangan soal bumi datar dan bumi bulat masih berlangsung. Peyakin bumi bulat harus mengakui bahwa penganut keyakinan bumi datar kian bertambah banyak. Peyakin bumi datar secara masif melakukan riset serta mengumpulkan berbagai data guna menihilkan segala klaim tentang bumi bulat.
Lantas, banyak orang perlahan-lahan mulai tertarik tentang teori bumi datar. Masyarakat mulai mengulik serta mengikuti perkembangan informasinya. Namun, penganut teori bumi bulat terlihat cukup tenang menghadapi rivalitas teorinya. Mereka merasa sebagian besar manusia di bumi telah berhasil terdoktrin dengan keyakinan bahwa bumi bulat.
Bagi masyarakat postmodern, tentu segala sesuatu harus dibuktikan secara sains. Hal tersebut sekaligus melahirkan upaya pembuktian data serta dokumen yang menyebutkan bahwa bumi bulat. Foto-foto serta video citra bumi dari luar angkasa mulai dibedah. Keyakinan manusia yang telah menetap selama ini mulai digoyah.
"Bagaimana kalau memang terbukti bahwa bumi adalah datar?"
Intelektualitas terkait teori bumi bulat bakal menghadapi maut. Manusia akan terguncang hebat sebab telah secara terstruktur dibuat untuk meyakini bahwa bumi bulat. Sakit hati barangkali.
Namun, lepas dari perdebatan antarkeyakinan tersebut, semestinya kita mendudukkan kedua teori itu secara seimbang (netral). Akan menarik dan mempertajam pikiran andai kita menikmati bahwa kedua teori tumbuh dan berkembang beriringan. Masing-masing dengan hipotesisnya.
Kita cukup melihat keduanya tumbuh seiring peradaban manusia. Biarkan waktu yang membuktikannya. Lagipula, tak jadi soal bagi kita. Tak pula bakal mengubah tatanan kehidupan dan semesta. Bumi datar ataupun bulat toh peradaban dan kehidupan telah dan terus akan berjalan.
Ya, Bukan?