Oleh Dinda Alifia Subianto Mahasiswa D4 Teknologi Radiologi Pencitraan
Dosen Pembimbing : Ibu Amilia Kartika Sari S.Tr.Kes.,M.T
Pemeriksaan radiologi telah menjadi bagian penting dalam layanan kesehatan modern. Saat ini,hampir semua fasilitas medis baik besar maupun kecil telah dilengkapi dengan peralatan rontgen untuk menghasilkan gambar organ tubuh secara visual. Radiodiagnostik sendiri merupakan cabang radiologi yang menggunakan sinar pengion untuk membantu dokter dalam mendiagnosis kondisi medis melalui hasil foto pencitraan. (Fadhila, S. N. , 2011).Â
Salah Satu Pemeriksaan radiologi yaitu pemeriksaan abdomen yang menggunakan modalitas radiologi diagnostik, seperti radiografi, CT scan, dan fluoroskopi,merupakan prosedur yang esensial dalam menegakkan diagnosis berbagai kondisi medis pada pasien dewasa. Meskipun memberikan manfaat diagnostik yang signifikan, penggunaan radiasi pengion dalam prosedur ini tetap memiliki potensi risiko terhadap keselamatan pasien. Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip proteksi radiasi menjadi faktor penting dalam menjamin keselamatan serta kenyamanan pasien selama proses pemeriksaan.
Layanan radiologi kini tersedia di berbagai tingkat fasilitas kesehatan, dari puskesmas dan klinik swasta hingga rumah sakit besar. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, penyakit dapat dideteksi lebih cepat dan akurat melalui pencitraan menggunakan radiasi pengion maupun non-pengion. Namun, paparan radiasi memiliki dampak kesehatan yang tidak bisa diabaikan. Besar kecilnya dampak ini tergantung pada dosis yang diterima, jenis jaringan yang terkena, serta luasnya area yang terpapar. Meski jumlahnya kecil, paparan radiasi tetap bisa menumpuk dan menimbulkan risiko jangka panjang. Radiasi pengion diketahui memiliki efek mutagenik (merusak gen), karsinogenik (memicu kanker), dan teratogenik (mengganggu perkembangan janin). Anak-anak bahkan lebih rentan terhadap dampak ini dibandingkan orang dewasa. Efek radiasi bisa bersifat somatik (terjadi pada individu yang terpapar) atau herediter (mempengaruhi keturunan) (Naryo, 2024).
Di Indonesia, praktik radiologi diagnostik diatur secara ketat melalui kebijakan perlindungan radiasi demi menjamin keselamatan pasien dan tenaga kesehatan. Regulasi ini tertuang dalam Peraturan BAPETEN Nomor 4 Tahun 2020, khususnya pada Bab III Pasal 19-50, yang mengatur penggunaan alat sinar-X di bidang radiologi diagnostik dan intervensional.Â
Prinsip Dasar Perlindungan Radiasi meliputi :
1. Justifikasi (Alasan Medis yang Kuat)
Penggunaan alat sinar-X harus didasarkan pada alasan medis yang jelas. Pemeriksaan hanya boleh dilakukan jika manfaat yang diperoleh pasien jauh lebih besar daripada potensi risiko radiasi. Pemeriksaan secara massal menggunakan sinar-X hanya diperbolehkan jika hasilnya secara keseluruhan bermanfaat bagi individu maupun populasi, dan disetujui oleh dokter spesialis radiologi atau dokter yang memiliki kompetensi di bidang tersebut.
2. Batasan Dosis (Limitasi Paparan Radiasi)
Diterapkannya nilai batas dosis (NBD) bertujuan untuk mengontrol jumlah radiasi yang bisa diterima tenaga medis maupun masyarakat umum. Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 4 Tahun 2013, batasannya meliputi: