Terlalu Terpaku Belajar di Dalam Ruangan
Sekolah mana pun tidak akan menampik fasilitas serba ada dan tercukupi dalam setiap pembelajaran. Hal ini demi tercapainya media dan instrumen belajar berkualitas sekaligus memberi kenyamanan bagi guru dan peserta didik. Fasilitas yang disediakan sekolah melebur dalam berbagai media. Ruangan kelas menyediakan berbagai peralatan pendukung belajar, seperti whiteboard, meja, kursi. Hal itu belum ditambah sederet fasilitas mewah seperti AC, Wi-fi hotspot, hingga perpustakaan berlantai tiga.
        Akan tetapi, terpenuhinya beragam fasilitas pendukung media belajar,baik yang bersifat sekunder maupun primer seharusnya mampu mencetak murid-murid berkualitas. Hanya saja, kenyataan di lapangan sangatlah paradoksal. Dalam bahasa lain, terpenuhinya segala macam fasilitas tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya peserta didik yang memiliki kualitas mental dan jiwa unggulan selaras dengan lingkungan serta masyarakat sekitar.
        Adanya fasilitas serba memadai sejatinya tergolong wajar. Namun, beragam fasilitas tersebut tidak jarang membuat lalai para guru. Hal ini berpotensi menyekat media belajar yang hanya terpaku pada fasilitas-fasilitas tersebut. Akibatnya, aktivitas belajar hanya selalu mengandalkan ruang kelas atau dilakukan didalam ruangan. Mengesampingkan peran lingkungan sekitar merupakan masalah serius bagi perkembangan kualitas mental peserta didik,terlebih anak-anak di usia dini yang sangat mudah mengalami kondisi kebosanan
        Apabila sering di temui ruangan kelas bergemuruh, tidak kondusif,dan anak didik sibuk satu sama lain ketika belajar di ruangan kelasmaka intropeksi diri patut dilakukan. Caranya, guru mengevaluasi metode pengajaran, bukan malah menjustifikasi bahwa keributan semata-mata disebabkan oleh ulah anak didik. Oleh sebab itu , guru harus menemukan terobosan baru dan menyadari bahwa belajar terlalu monoton manakala selalu dilakukan di dalam ruangan kelas. Minimnya variasi pembelajaran menyebabakan anak didik mudah bosan dan terpengaruh untuk tidak fokus belajar.
        Hasil pendidikan secara alami melalui media alam lebih mumpuni dan menumbuhkan sikap empati tinggi dari pada hanya mengandalkan teknologi ala cyber dan mengutamakan fasilitas serba ada serta mewah. Stimulasi baik kepada anak harus ditanamkan sedini mungkin. Menyediakan beragam fasilitas terkesan menimbulkan dikotomi beragam, apalagi  jika orang tua dan guru kerap membiarkan anak tanpa memberikan pengertian sewajarnya.