Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Berjilbab?

2 Maret 2016   13:13 Diperbarui: 2 Maret 2016   13:25 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mmmm, beberapa hari belakangan ini, saya disibukan dengan sebuah pertanyaan,"Mengapa perempuan muslimah harus berjilbab, Dina?" Kemudian dilanjutkan dengan serentetan pertanyaan,di antaranya adalah a) "Nanti, kalau saya berjilbab, 'gak bisa bebas bekerja dan beraktivitas, dong."; b) "Jodoh semakin menjauh dong...."; c) "Kalau mau pergi ke negara-negara yang mayoritasnya bukan muslim, ribet kali, ya?"; d) "Tar, saya dituduh ekstrimis dong.... Calon penganten buat ngebom...."; dan e) "Koq elu 'gak menyuruh gue pake jilbab, Din, beda ama si Anu yang ngomongnya pedes bener soal jilbab."

Hadeuh, saya nyengir kemudian menjawab sebaik mungkin sesuai dengan pemahaman ilmu yang dipunya. Begini, jawabannya: a) "Insya Allah, masih bisa bekerja dan beraktivitas karena saat ini banyak pilihan busana muslimah yang bisa dipilih sesuai peruntukan serta kenyamannya. Untuk bekerja, di beberapa tempat mungkin ada beberapa yang tidak memperbolehkan pegawainya untuk mengenakan busana muslimah. Nah, untuk hal ini, dikembalikan kepada pegawainya, apakah mau terus bertahan di sana dengan aturan seperti itu, keukeuh memperjuangkan haknya dengan segala konsekuensinya, berwiraswasta, jadi ibu rumah tangga, ataukah move on ke tempat bekerja lainnya. 

Percaya deh, saya pernah berada dalam dua situasi yaitu situasi dimana saya bekerja mewajibkan karyawan perempuannya mengenakan jilbab dimana saya belum mengenakannya dan situasi dimana karyawan perempuannya tidak diperbolehkan mengenakan jilbab dan saat itu saya belum mengenakan jilbab. Lalu, langkah kongkritnya adalah situasi pertama saya mengenakan jilbab hanya saat di kantor dan solusi di situasi kedua adalah ya, tidak mengenakan jilbab karena saat itu belum terketuk hatinya untuk berbusana muslimah."; b) "Walah, yang penting usaha dulu dan niatkan tidak ingin menikah sama sekali. 

Kalau pun  jodohnya belum mendekat walaupun sudah (dirasa) berusaha semaksimal, berarti ya belum jodohnya. Gitu, kira-kira yang saya kutip dari salah seorang penceramah pagi hari di tv swasta nasional."; c) "Mmm, 'gak ngerti juga kalau untuk hal ini karena saya pergi keluar negeri itu baru satu kali, yaitu menunaikan umroh ke Saudi Arabia. Kalau negara luar lainnya, belum pernah. Bismillah saja dan ikuti aturan sebaik-baiknya selama memang itu baik menurut-Nya."; d) "Widih, syerem bener.... 

Biarin sajalah mau dibilang ekstrimis atau apa pun, niatkan bahwasannya mengenakan jilbab karena ingin mendapatkan amalan dari-Nya." dan e) "Anu, mmm, gimana, ya.... Soale, saya pake jilbab juga proses, bukan warisan keluarga walaupun keluarga besar dan keluarga inti itu Islami banget. Yang dibiasakan dari kecil adalah menjaga aurat tubuh sebagai perempuan sebaik-baiknya. Pelan-pelan ditutup hingga berbusana muslimah dengan baik sesuai dengan kaidah Islam. Percaya, deh, saya pernah berhadapan dengan orang-orang seperti itu yang dengan keras memberitahu, mengajak, menyarankan, bahkan menghina dina karena saya belum berjilbab saat itu.

 Mmm, bahkan, di antara mereka ada yang bela-belain menunjukkan beberapa ayat dalam Al-Quran disertai terjemahan plus tafsir mengenai kewajiban berjilbab bagi muslimah. Hasilnya, saya mendapatkan hidayah beberapa tahun setelah kedatangan mereka itu, tidak langsung insyaf karena saya tidak suka dipaksa. Jadi, ya, saya sebatas memberitahu, menyarankan, dan menganjurkan mengenai jilbab kepada dikau, temanku sesama muslimah. Berusaha untuk tidak menghina apalagi mengjhujat mengenai keputusan yang akan diambil oleh para muslimah dalam berbusana."

Nah, dari sini, ada tiga referensi yang ingin saya bagikan alasan mengapa (saya) berjilbab. Ketiga referensi tersebut saya pilih setelah membaca beberapa referensi yang bejibun baik cetak maupun noncetak. Tentu saja, referensi-referensi itu merupakan salah satu penguat mengapa saya perlu berjilbab. Alasan utamanya adalah sudah saatnya saya berjilbab, bukan karena paksaan tapi karena memang ingin mengenakannya dengan proses yang bertahap, tidak langsung jleb mengenakan jilbab panjang. Berikut adalah ketiga referensinya:

1. Aurat, Hijab, dan Tabarruj dalam Al Qur'an. AL-Qur'an Wanita Ummul Mukminin, AL-Qur'an dan Terjemahan untuk Wanita. Penerbit Wali: Jakarta.

a. An Nur: 31 dan 60

An Nur: 31--> Ayat ini merupakan perintah dari Allah SWT bagi kaum wanita mukmin dan merupakan penghargaan dari Allah SWT bagi suami mereka serta sebagai perbedaan antara mereka dengan wanita jahiliyah dan perilaku kaum musyik. Mereka tidak boleh menampakkan perhiasannya sedikit pun kepada pria asing, kecuali perhiasan yang tidak mungkin disembunyikan, seperti selndang yang mempermanis pakaian dan dagian bawah baju. Sehubungan dengan firman Allah SWT,"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang tampak darinya." diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa 'yang tampak' itu iala wajah, kedua tangan, dan cicin dan gelang.

An Nur: 60 --> Para wanita yang menopause dan tidak melahirkan lagi dan mereka yang tidak lagi memiliki keinginan untuk menikah lagi tidak dosa atas mereka meninggalkan jilbab mereka atau selendang mereka. Walaupun ini diperbolehkan, namun yang lebih baik dan utama bagi mereka tidak menanggalkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun