Senja di Jogja selalu punya cara untuk memberikan kenyamanan bagi siapa saja yang datang. Langit berwarna jingga yang perlahan menghilang, deru motor mahasiswa yang berlalu lalang, serta aroma masakan dari warung-warung kecil di sudut kota, semuanya menyatu dan membentuk keharmonisan yang khas.
Jogja bukan sekadar kota pelajar, Jogja adalah rumah kedua bagi para perantau yang datang dengan membawa banyak  harapan. Di tengah sempitnya kamar kos, sibuknya jadwal kuliah, dan tantangan hidup jauh dari keluarga, Jogja memberikan ruang untuk tumbuh baik sebagai pelajar, seniman, maupun wirausahawan. Tidak di herankan lagi jika setiap gang kecil di kota ini menyimpan cerita perjuangan yang luar biasa.
Di salah satu gang yang selalu ramai dengan lalu lalang kendaraan, terdapat sebuah warung makan  sederhana yang ramai, apalagi di jam istirahat orang-orang dan weekend. Di balik dindingnya yang sederhana yang menjadi favorit bagi mahasiswa yang bertempat tinggal di sekitar warung tersebut. Warung makan yang di beri nama "Warmindo Putra Priyangan" di kelola oleh Wiwin , perantau asal Ciamis yang memutuskan untuk membuka usaha kecil di Jogja. Wiwin memberikan nama warungnya dengan bahasa asalnya yaitu bahasa sunda. Namanya Warmindo, artinya warung mie indomie. Tapi di warung tersebut tidak hanya menyajikan mie saja, ada masakan rumahan yang tentunya di sukai para perantau, terutama mahasiswa yang mungkin barusaja merasakan tinggal di kota orang.
Warung yang bertempat di Jalan Wahid hasyim, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, telah dibuka sejak tahun 2005. Namun karena komitmen yang tinggi, serta kekhasan sebagai perantau, Wiwin berhasil membangun hubungan yang baik dengan pelanggannya.
Sebagai seorang perantau, Wiwin tidak menyewa rumah yang terpisah dari warungnya. Jadi di bagian belakang warung itu sudah tempat tinggalnya, sehingga lebih mudah untuk mengatur waktu da mengawasi usaha kecilnya itu. Tempat ini juga menjadi saksi perjuangan dalam membangun usaha dari nol, sekaligus tempat istirahat di sela-sela kesibukannya. Karena rumah dan warungnya di gabung, jadi wiwin memutuskan untuk membuka dua puluh empat jam penuh setiap harinya. Namun adakalanya juga waktu libur, seperti hari raya idul fitri dan idhul adha atau hari-hari tertentu. Karena jam operasionalnya tidak terbatas, jadi wiwin tidak sanggupuntuk mengurus semuanya sendiri. Sehingga dia memperkerjakan dua karyawan untuk membantunya dalam operasional warung ini. Mulai dari memasak, melayani pelanggan, hingga merapikan warung. Dengan bantuan mereka, wiwin bisa tetap menjaga kualitas dalam melayani dan memastikan warung tetap bersih dan berjalan dengan lancar, bahkan di jam sibuk ataupun larut malam.
 Seiring dengan perkembangan di era digital, Wiwin memanfaatkan berbagai platform online untuk mengembangkan usahanya dan bisa menjangkau pelanggan lebih luas. Warmindo ini tersedia di berbagai layanan pesan antar makanan online seperti Shopee Food, Gofood, Grabfood, dan platform online lainnya. Selain itu, pemesanan online, memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk memesan makanan kapan saja dan dimana saja.
"Saya sering sekali beli makan di Warmindo Putra Priyangan, karena di situ harganya murah tapi porsinya banyak. Menurut saya kalau beli makan disitu worth it banget sih, karna rasanya juga enak, sayur dan lauk pauknya itu khas rumahan banget, cocok buat saya sebagai seorang perantau, yang selalu merindukan masakan ibu saya di rumah ." Ungkap salah satu mahasiswa yang menjadi pelanggan di Warmindo tersebut.
Namun, perjalanan di bukanya usaha ini selama dua puluh tahun, tentu tidak selalu berjalan dengan mulus. Di balik keberhasilannya saat ini, Wiwin juga pernah menghadapi berbagai tantangan yang menguji keteguhan hati dan komitmennya dalam menjalankan usaha kecil ini. Pada saat pertama kali merintis, warungnya masih sepi karena belum banyak yang tahu tentang keberadaannya. Mencari pelanggan bagi penjual yang pertama kali merintis bukanlah hal yang mudah, apalagi di sekitar daerah tersebut juga sudah banyak warung-warung yang buka sebelum Wiwin. Tapi, Wiwin tidak menyerah begitu saja, dia selalu konsisten berjualan setiap hari, sampai akhirnya perlahan-lahan warga sekitar mulai berdatangan. Mulai dari situ, pelanggannya makin bertambah karena kabar mengenai warung itu sudah tersebar dari mulut ke mulut.
Selain itu, ada juga tantangan yang datang saat harga bahan makanan naik. Di satu sisi, Wiwin harus tetap menjaga kualitas dan porsi makanan, tapi di sisi lain juga harus mempertimbangkan harga jual agar tidak membuat pelanggan berkurang. Menentukan harga jual menjadi pertimbangan yang tidak mudah, karena Wiwin selalu ingin tetap terjangkau untuk mahasiswa yang hampir setiap hari membeli makanan di warmindonya. Bukan hanya soal harga bahan pokoknya, Wiwin juga sering menghadapi situasi saat warungnya tiba-tiba sepi. Entah karena sekedar kondisi cuaca, atau karena orang-orang ingin mencari inovasi baru. Saat kondisi seperti ini telah datang, Wiwin tidak tinggal diam. Mencoba melakukan berbagai strategi agar tetap menarik pelanggan. Salah satunya dengan menurunkan harga beberapa menu andalan dan mengikuti rata-rata harga yang ada di warung sekitar. Selain itu, wiwin juga berencana dengan menambahkan varian menu baru, seperti menambahkan lauk baru atau membuat paket hemat yang cocok untuk mahasiswa atau warga sekitarnya. Ternyata strategi ini cukup efektif untuk menarik kembali pelanggan yang sebelumnya pergi. Bahkan ada pelanggan baru karena tertarik dengan warmindo ini. Ketekunan  dan kepekaan Wiwin dalam menghadapi situasi ini, menjadi kunci bagaimana warmindo ini bisa tetap berdiri  sampai saat ini.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI