Mohon tunggu...
Sunday Girl
Sunday Girl Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Writer

Just a girl who curious about everything. Love the night and the sky.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Let It Flow, Ngapain Berusaha?

8 Januari 2023   22:48 Diperbarui: 8 Januari 2023   22:58 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: merahputih.com

Life is a series of natural and spontaneous changes. Don't resist them; that only creates sorrow. Let reality be reality. Let things flow naturally forward in whatever way they like. (Lao Tzu)

Hidup adalah serangkaian perubahan yang natural dan spontan. Jangan melawannya, itu hanya akan membuat luka. Biarkan kenyataan menjadi kenyataan. Biarkan hal-hal mengalir alami ke depan seperti yang mereka kehendaki. (Lao Tzu)

"Argh.. sial." pekikku ketika kereta yang harusnya aku tumpangi sudah berangkat dua menit yang lalu. Rasanya seperti kau berlari-lari demi kekasihmu menembus badai, hujan, bahkan angin topan, tetapi kemudian sosok yang kau cintai malah melambaikan tangan dalam pelukan orang lain. Tepat sekali.

Hari itu, aku sudah bersiap, bahkan satu jam sebelum keberangkatan aku sudah siaga di gerbang kos-kosan, menanti tukang ojek berjaket hijau yang kupesan melalui aplikasi. Dengan kepercayaan diri, aku naik merekatkan helm dan bersiap untuk pergi ke stasiun. Ini masih siang, aku pikir perjalanan menuju malam masih panjang. Nyatanya apa? Aku salah membaca jadwal keberangkatan kereta, KRL Solo-Jogja yang harusnya aku naiki ternyata sudah melewatkanku! 

Rencanaku sejak tadi malam adalah hari minggu itu akan menjadi liburan kuliner yang menyenangkan di Kota Solo. Semuanya memang berjalan sesuai kehendakku sampai pada memesan dessert box coklat favorit. Namun, seperti pada awal judul yang kalian baca. Kehidupan berjalan sesuai hukum alam, akan ada hal-hal di luar dugaan kita yang bisa saja terjadi di masa depan. Contohnya adalah kereta yang akan membawaku sampai ke kampung halaman ini.

Di usiaku yang masih ke-18 tahun itu, duduk membonceng motor tukang ojek yang mengoceh tak henti-hentinya. Mataku menerawang pada jalan raya, menatap lalu lintas padat yang penuh sesak arus manusia. Memikirkan aku yang terlalu merencanakan kehidupan masa mudaku ini. Memikirkan aku yang terlalu hati-hati untuk melangkah. Mereka bilang, masa muda memiliki banyak jatah gagal, tapi sialnya aku tak siap untuk gagal, aku tak siap jika hukum alam mencampuri rencanaku dengan pelajaran kegagalannya.

Jika dilihat kembali ke belakang, selama bertahun-tahun ini, aku selalu mengharapkan sesuatu terjadi sesuai kehendakku. Apapun yang di luar rencanaku langsung ku cap sebagai sesuatu yang gagal. Mulai dari memutuskan jurusan kuliah sampai universitas, kupikir ketika ini berbeda dari yang kubayangkan semau menjadi salah!

Sosok puitis yang gemar merangkai kata tiba-tiba terjebak dalam propaganda angka dan debit kreditnya. Bukan aku membenci deretan nominal tak berwujud itu. Aku hanya merasa terjebak dan terpenjara dalam standar dan ketentuan pasti ini. Sebuah ilmu yang memiliki patokan dan segala aturan ketat, padahal jiwaku adalah jiwa-jiwa bebas yang ingin berkelana dari diksi ke diksi. Menjelajah dari cerita ke cerita, tapi sayangnya realita membuatku sampai di tempat ini.

Di usiaku yang ke-18 tahun ini, aku mulai merancang bagaimana kehidupan ku di masa depan. Mulai dari sertifikasi, magang, organisasi, volunteer, dan segala hal yang menunjang pekerjaan impianku nanti sudah aku rencanakan. Hari demi hari, aku memaksakan diri. Sebab, mereka bilang diri kita itu tak terbatas layaknya burung, bisa terbang kemanapun dia menginginkan.

Namun, ketika dipikir-pikir lagi. Burung tidak selalu bisa terbang kemanapun dia ingin, toh ada batasan untuk burung bisa terbang di langit, sampai kapanpun ia tidak mungkin menyentuh bintang-bintang kan? Burung juga tahu batasannya. Tidak salah memang memberikan nasihat menggebu-gebu seperti itu untuk anak ingusan berusia 18 tahun yang masih semangat-semangatnya mengejar masa depan. Namun, perlu diingatkan juga pada mereka, kalau tubuh dan jiwa mereka memiliki batasan juga. Bukankah manusia memang makhluk yang terbatas? Terima saja hal itu meski pahit. Kita tidak bisa melakukan banyak hal sekaligus kan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun