Mohon tunggu...
Dina Finiel Habeahan
Dina Finiel Habeahan Mohon Tunggu... Guru - be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

BE A BROTHER FOR ALL

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

"Pelayanan" Masih Relevankah di Zaman Ini?

10 November 2020   23:36 Diperbarui: 11 November 2020   00:00 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Melayani bukan untuk sanjungan dan pujian melainkan karena itu benar dan Tuhan menghendakinya. 

Ketika mendengar kata pelayan barangkali hal yang muncul adalah pembantu atau asisten. Kata pelayan juga sering ditujukan bagi mereka yang bekerja di cafe atau di restaurant. Pekerjaan mereka itu bukanlah sesuatu yang rendah melainkan sesuatu yang bernilai luhur. Karena apa yang mereka lakukan bermanfaat bagi setiap orang yang di layani tanpa memandang siapa yang harus ia layani. Mereka berlaku adil. Ketika si Tuan (yang dilayani) minta ini itu,bahkan marah sekalipun ia akan teta tersenyum. Pertanyaannya,sudahkah ita mengucapkan terimakasih setiap kali kita dilayani? Sepele bukan !!

Setiap dari kita dipanggil untuk melayani. Baik di rumah,di kantor,di masyarakat atau di tempat kita bekerja. Indah bukan !! Ketika kita saling melayani ada rasa bahagia tersendiri. Kadang-kadang kita menjadi tuan. Kadang-kadang juga kita sebagai hamba yang harus melayani. Ketika kita berada di posisi tuan maka kita akan dilayani. Ketika kita menjadi hamba kita harus melayani. Bagaimana sikap kita ? Sudahkah memberikan yang terbaik dari diri atau justru sebaliknya.

Di tengah situasi zaman ini (milenial, modernitas, digital) yang ditandai dengan ingin berperan, menonjol dan dihormati, masihkah relevan PELAYANAN itu? Jangan-jangan kata 'pelayanan' sendiri hanyalah sebatas indah dalam balutan atau rumusan kata-kata saja, tanpa bernyala dalam aplikasi hidup baik  dalam lingkup keluarga maupun masyarakat. 

Secara pribadi ,Pada masa pandemi ini saya tetap berjuang untuk melaksanakan tugas pelayananku baik di komunitas maupun di tengah umat. Hati ini pun diselimuti rasa bahagia apabila pelayanan itu dapat dirasakan oleh orang lain. Teman-teman satu komunitas dan umat pun ikut bergembira ria dalam perjumpaan pelayanan itu. Pernahlah terungkap dalam hatiku kekecewaan karena seorang saudari mulai merendahkan pekerjaanku atau bisa dikatakan pelayanan yang saya buat kurang maksimal. Sehingga aneka  Ragam litani muncul dalam hati sebagai nada kekecewaan. 

Lantas aku bertanya pada diri apakah aku semangat melayani kalau teman sendiri menganggap pekerjaanku tak berguna? Apakah aku sungguh melayani untuk mendapatkan ucapan terima kasih dan puja-puji lainnya? Ataukah aku memberikan pelayanan karena itu baik dan benar untuk melayani? 

Tadi pagi dalam meditasi Yesus mengingatkan saya  bahwa pelayanan yang kulakukan itu bukanlah untuk mendapatkan sanjungan atau pujian. Melainkan sebagai bukti cinta,rasa empatiku terhadapap lain sebab au hanya melakukan apa yangmenjadi bagianku, baik itu dalam keluarga,komunitas ataupun di tengan umat. Melayani karena cinta terlepas dari penerimaan atau pengakuan orang lain. 

Sungguh pantas saya bersyukur dan mengakui bahwa pelayanan penuh kasih itu dapat terlaksana dengan baik. Sebab ini adalah wujud dari cinta. Namun fakta yang mesti digali lebih dalam adalah apa motivasiku untuk melayani ? 

Suatu hari saya diundang oleh seorang ibu untuk memimpin doa lingkungan dirumahnya. Yang menhadiri doa lingkungan itu hanyalah sekitar 15 orang dan didominasi oleh kaum ibu,jadi acaranya sedikit berisik..heheheh. Dalam doa lingkungan itu ada yang disebut sebagai sharing iman. Tentu saja saya mengharapkan mereka untuk bersharing setelah mendengar penjelasan saya. Ternyata satu pun tak ada yang bersharing. Jawaban yang sama saya dengarkan dari mereka " Sudah pas suster,kita sependapat ".  Yah,saya juga tidak bisa memaksa mereka untuk bersharing.

Singkat cerita doa lingkungan telah usai. Ibu-ibu sibuk ke dapur untuk menyiapkan aneka cemilan dan minuman. Sambil bersantap,setiap orang mengutarakan apa yang menjadi kesulitan mereka setiap hari. Dalam cerita yang panjan itu tak sedikit pun dibahas tentang tema yang baru saja kami dengar dan bahas bersama. Saya hanya tersenyum saja mendengarkan cerita itu.

Jam menunjukkan Pkl. 21.00 wib. Sayapunbergegas untuk pulang. Saya pamit dan pulang. Ketika saya pamit tak seorangpun  yang mengucapkan terima kasih atas pelayanan itu. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kejadian itu. Saya pergi malam,kemudian kata trimakasihpun tak saya dengar, reaksi atau tanggapan dari umat yang dilayani pun sangat kurang, haruskah aku mengubah komitmenku dalam pelayanan itu? Tentu tidak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun