As-Sunnah secara bahasa berasal dari kata sanna yasunnu sunnatan yang artinya jalan yang biasa dilalui atau suatu cara yang senantiasa dilakukan tanpa mempermasalahkan apakah cara tersebut baik atau buruk. Secara terminologi, as-Sunnah yaitu segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW. berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum. As-Sunnah merupakah tindakan baik yang dicontohkan oleh Nabi SAW. dalam menjalani kehidupan sehari – hari. Karena itulah as-Sunnah juga penting sebagai sumber syari’ah.
Pentingnya as-Sunnah sebagai sumber syari’ah telah ditegaskan dalam QS. Al-Ahzab : 21 yang berbunyi
لَّقَدْ كاَنَ لَكُمْ فِي رَسُولِاللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُواللهَ وَالْيَوْمَ الْءَاخِرَوَذَكَرَاللهَ كَثِيْرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatanan) hari kimata dan dia banyak menyebut Allah.”
Sedangkan sumber fiqh ialah interpretasi Al-Qur’an serta Hadis, Ijma’, dan Qiyas.
Penjelasan tentang sumber Al-Qur'an dan hadis/as-Sunnah ialah seperti penjelasan diatas, kemudian dua sumber lainnya yaitu Ijma' dan Qiyas ialah:
- Ijma'
Ijma’ secara bahasa artinya bermaksud atau berniat. Ijma’ juga berarti kesepakatan terhadap sesuatu. telah dideskripsikan oleh sebagian besar ulama’ sebagai kesepakatan antara seluruh ulama atau mujtahid di masa setelah Rasulullah wafat atas hukum syara’ suatu kejadian. Kesepakatan para mujtahid adalah hal terpenting bagi terwujudnya Ijma’, karena itu, jika terdapat salah satu mujtahid yang tidak menyetujui kesepakatan yang telah dibuat, maka hal itu tidak bisa dikatakan Ijma’. Oleh karena itu, ijma’ dapat terpenuhi dengan kriteria – kriteria seperti:
1) Yang sepakat adalah para mujtahid (para ulama yang memiliki kemampuan dalam mengistinbath hukum dari dalil – dalil hukum syara’, atau orang yang faqih)
2) Kesepakatan dari seluruh mujtahid
3) Para mujtahid harus bagian dari umat Nabi SAW.
4) Kesepakatan dilakukan setelah wafatnya Nabi SAW.
5) Hal – hal yang disepakati harus berhubungan dengan hukum – hukum syar’i.
- Qiyas
Qiyas menurut bahasa artinya pengukuran atau penyamaan sesuatu dengan yang lainnya. Qiyas berarti menyamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu kasus yang terdapat nash hukumnya dari Al-Qur’an, Hadis, ataupun Ijma’. Persamaan keduanya itu dapat dilihat dari illat hukumnya. Oleh karena itu, rukun –rukun qiyas meliputi:
1) Ashl (pokok), yaitu peristiwa yang sudah ada nashnya
2) Far’u (cabang), yaitu peristiwa yang tidak ada nashnya,
3) Hukum ashl, yaitu hukum syara’ yang ditetapkan oleh suatu nash
4) Illat, yaitu suatu sifat yang terdapat pada ashl yang dapat menentukan suatu hukum.
3. Sifat