Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menghebohkan masyarakat, dengan ditemukan 59 titik ladang ganja. Kasus ini mulai diungkap setelah ditemukannya kasus pengedaran ganja di Kecamatan Tempursari, Kabupaten Lumajang pada bulan September 2024. Tim gabungan yang terdiri dari Balai Besar TNBTS, Kepolisian Resor Lumajang, TNI, serta perangkat Desa Argosari melakukan penelusuran dan ditemukan sekitar 41.000 batang tanaman ganja yang tersebar di area seluas kurang dari 1 hektar. Setiap titik ladang memiliki luas bervariasi antara 4 hingga 16 meter persegi di kawasan Dusun Pusung Duwur, Kecamatan Senduro dan Gucialit, Kabupaten Lumajang.
Lima orang terdakwa berhasil diamankan dengan inisial T, T, B, S, J dan N yang merupakan warga Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Setelah melakukan sumpah para terdakwa mengaku hanya sebagai pekerja lapangan dengan iming-iming gaji setiap panen sebesar 4 juta per kilonya ditambah gaji 150 ribu per setiap kunjungan ke ladang. Dalam penyelidikan para terdakwa mengaku ada sosok yang merupakan aktor utama kasus ini yaitu bernama Edy.
Menurut pengakuan mereka Edy sebagai penyedia bibit dan menunjukkan titik lokasi penanaman serta mengajari bagaimana cara menanam dan merawat ganja. Para terdakwa berani mengambil resiko menanam ganja karena sudah diberi janji akan menanggung resiko jika mereka ketahuan oleh pihak berwajib.
Akibat kasus ini Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menjadi sorotan publik. Masyarakat berspekulasi bahwa naiknya tarif masuk dan larangan menerbangkan drone ada hubungannya dengan kasus ganja ini. Masyarakat menganggap larangan menerbangkan drone ini untuk menutupi kasus ganja dan jika diberi izin menerbangkan drone akan dikenai tarif sebesar 2 juta rupiah sekali penerbangan. Adapun opini yang mengatakan jika ingin naik ke kawasan Bromo atau Semeru harus ditemani guide adalah bentuk keamanan ladang ganja dari jangkauan wisatawan,
Dikutip dari CNN Indonesia, Raja Juli Antoni Menteri Kehutanan mengatakan bahwa ladang ganja itu bukan milik staf atau pekerja TNBTS, melainkan para pekerja TNBTS membantu dalam pengungkapan kasus, karena ladang ganja di taman di wilayah tersembunyi dan tertutup. Balai besar TNBTS membantah kabar larangan menerbangkan drone berhubungan dengan kasus ganja ini. Perbatasan penerbangan drone ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan telah ditetapkan sejak 2019 melalui SOP pendakian Gunung Semeru.
Saat ini para tersangka menjalani jalur hukum dengan didakwa tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman berupa pohon ganja yang beratnya melebihi satu kilogram atau melebihi lima batang pohon. Keduanya didakwa dengan pidana dalam pasal 111 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Edy selaku pelaku utama juga dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buronan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI