Mohon tunggu...
Dita Nugrahani
Dita Nugrahani Mohon Tunggu... -

tunjukkan bahwa diri kita ada dan patut dipertimbangkan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Ramen] Anak Lelaki

12 Januari 2012   09:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:59 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

.............. entahlah Raca ibu selalu saja takut akan keadaanmu. ini semua tidak lantas  ibu kecawa mempunyai anak lelaki sepertimu. Ibu takut jika anak lelaki ibu tidak bisa menghargai perempuan. ibu takut anak lelaki ibu menyakiti perempuan. Ibu adalah orang pertama dan satu satunya orang yang berdosa jika hal itu terjadi. bahkan Raca ibu takut jika anak lekai ibu menjadi lelaki yang egois. Kau tahu Raca seorang perempuan yang hanya menuruti ego lalakinya akan merasa sangat sakit. Lalu mereka akan diam. Memendam semuannya hingga dia mati kelak. Perempuan tak seperti lelaki nak. Raca ibu tak mau hal kecil itu menjadi dosa ibu. Maaf Raca kau sudah sangat dewasa tapi ibu masih saja berbicara seperti ini. Karena ibu sangat menyayangi kamu. Dan ibumu ini perem;puan Raca....... Penggalan surat dari ibumu sungguh membuatmu tak bisa memejamkan mata barang sejenak. Beribu tanya mengelayuti benak. Entah sudah keberapa kalinya ibumu berkata seperti itu. Bahkan ketika kematian bapakmu dia juga mengatakan itu sepulang dari makam. Bahkan uasa membaca surat itu kau hanya mengguman “maka disinilah aku sendiri sekarang menatap cakrawala, dan menitipkan sebuah doa yang penuh harapan untuk hari esok.” Wanita yang selalu kau banggakan. Selalu menorehkan motivasi baru dalam perjalananmu dan wanita yang selalu mengerti kebutuhanmu. Namun wanita itu pula yang menurutmu sebagai wanita jauh tapi dekat. Terbuka, sangat terbuka tapi bermisteri. Dan sungguh kau telah mengetahui rahasia apapun milik ibumu, namun selalu saja ibumu itu mempunyai teka teki baru untuk kau jadikan rahasia. Entahlah sampai saat ini kau juga tak tahu. Sebenarnya sudah memenuhi permintaan ibumu dalam surat itu atau belum. Bahkan terakhir kali kau ingat mengatakan hal yang bertentangan dengan harapan ibumu. Sore itu: “Cemara. Semua itu han ya perasaanmu saja, sebenarnya aku tidak egois, aku selalu mengahargai kamu, tapi kamu tak pernah mengahargai aku sedikitpun. Kau tak pernah memperhatikan aku” kau ingat sore itu Cemara tak lagi manangis, hanya menatapmu dalam. “lantas selama ini apa Raca?” katanya dengan mendekatkan wajahnya padamu. “kepura-puraan kan, aku merasakannya. Aku tidak bisa dibohongi. Hati kecilku selalu berkata benar. Kau tak pernah kan mengerti aku?” bicaramu tidak berapi-api, perlahan tapi kau tahu hal itu menyakiti hati Cemara. Wanita yang sudah sekian kali kau tiduri. Wanita lembut yang selalu berkata pelan dan tidak pernah membentakmu. Wanita yang usai perkenalan dulu selalu kau banggakan. “kau Tai Raca!, setelah ini aku tak ingin mengenalmu lagi” Kau tak pernah membayangkan wanita ayu itu akan berkata sekasar itu. Bayangannya merona memerah karena senja. Dua tahun silam semua telah menjadi kenangan dan kini tak lagi ada Cemara kedua untukmu. Setiap kau mengingat Cemara pesan ibumu terlontar begitu saja. Kau merasa bahwa kau adalah sang pendosa. Bahkan kau pernah merasakan ketakutan yang luar biasa karena pesan ibumu itu. Pernah suatu ketika Rasa takut itulah yang membuatmu pulang kampung dengan pesawat malam itu. Dan rasanya tak lagi bisa ditunda. Malam itu Kau tiba dirumah pukul 11 malam, segera kau peluk ibumu diambang pintu dengan senyumnya. Kau bersujud merangkul kaki ibumu erat, tetes air mata anak lelakinya diusap. “maafkan Raca ibu, Raca takut jika Raca menyakiti perempuan” hanya itu yang mampu kau ucap. Bahkan kau rasa sekarang ucapanmu itu terlalu cenggeng. Entahlah mungkin dulu kau rasa ibumu itu sosok pengampun dosa dan sosok yang tahu apa saja tentangmu. “ibu yakin kau anak lelaki ibu yang baik, makanya ibu selalu berpesan itu untukmu. Ibu yakin kau sudah dewasa dan tahu tentang pesan ibu. Sudah ibu tak suka kau pulang dengan tangisan” Ah lagi-lagi tak terjawab. Bahkan kau semakin merasa itu adalah hal yang keramat. Dan entahlah mungkin hanya ibu yang tahu. Malam ini hanya kerena tulisan itu lagi kau tak bisa sedikit saja memejamkan mata. Bahkan entah keputusan benar atau tidak kau telah bersumpah atas nama Tuhan dan ibumu. Kau bersumpah tak akan lagi mencintai perempuan keculi akan menanti Cemara. Kau ingin minta maaf dan meminang untuk kau bawa pulang. Karena hati kecilmu berkata bahawa hanya dengan Cemaralah ibumu merasa nyaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun