Perlukah melakukan edukasi film atau film hanya sekadar hiburan? Pertanyaan ini kerap muncul saat kita membicarakan peran film di tengah masyarakat. Padahal, film jauh lebih dari sekadar tontonan.
Ia adalah bahasa universal yang mampu menyampaikan gagasan, merekam peristiwa, hingga membentuk pola pikir dan kesadaran sosial. Maka peran edukasi film tentu menjadi sangat signifikan.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar di bidang perfilman. Antusiasme generasi muda untuk terjun ke dunia kreatif terus meningkat.Â
Namun, tantangan yang dihadapi tidak sedikit, seperti akses pendidikan film yang terbatas, kurikulum yang belum sepenuhnya sesuai kebutuhan industri, hingga minimnya wadah yang inklusif untuk semua kalangan.
Inilah sebabnya kursus film singkat dari Lembaga Pendidikan Khusus (LPK) yang banyak bertumbuhan menjadi sangat penting.Â
Kursus ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana belajar teknis, tetapi juga pintu masuk bagi siapa pun yang ingin mengenal dunia perfilman tanpa harus menempuh jalur akademik panjang.Â
Tentunya dengan tidak mengesampingkan pendidikan film formal yang kini sudah mulai ada dalam tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ataupun pendidikan di level lebih tinggi lainnya.
Dengan model pendidikan yang lebih fleksibel, siapa pun, baik pelajar, mahasiswa, pekerja kreatif, bahkan penyandang disabilitas, punya kesempatan yang sama untuk mengasah keterampilannya.
Langkah strategis dalam bidang ini terlihat dari kerja sama antara Connecting College dan Gerak Imajinasi Academy.Â
Keduanya menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada  Selasa, (23/09/2025) di Jakarta untuk menghadirkan program kursus film dan seni peran yang bersifat inklusif.Â
MoU ini ditandatangani oleh Nita, Direktur Utama Connecting College, bersama Budi Sumarno, CEO Gerak Imajinasi Academy.