Revolusi Prancis bukan sekadar catatan sejarah dunia yang kita baca sambil lalu dan seharusnya bisa dipelajari untuk menjaga kedaulatan suata bangsa.
Karena Revolusi Prancis adalah gambaran hidup tentang bagaimana hukum kehidupan, yang dalam Islam dikenal sebagai sunnatullah, sesuatu yang berlaku secara universal.Â
Ketika ketidakadilan, kesenjangan, dan keserakahan berlangsung terus-menerus tanpa koreksi, perubahan besar akan muncul. Kadang lewat perlawanan senyap. Kadang lewat ledakan sosial yang tak tertahan.
Tapi sebelum jauh ke sana, mari kita pahami apa sebenarnya sunnatullah itu.
Menurut Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar, sunnatullah adalah hukum Allah yang tetap dan pasti dalam kehidupan ini.Â
Bukan hanya dalam hukum fisika seperti gravitasi, tetapi juga dalam hukum sosial. Siapa menanam kezaliman, pasti akan menuai kehancuran. Al-Qur'an dalam QS Al-Ahzab ayat 62 menegaskan:
"Sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, dan kamu tidak akan menemukan perubahan pada sunnatullah itu."
Itulah mengapa kita harus belajar dari sejarah, karena sejarah bukan sekadar peristiwa, melainkan manifestasi dari sunnatullah itu sendiri.
Revolusi Prancis (1789--1799) dimulai dari kerusakan sistem sosial dan ekonomi. Rakyat kecil menanggung beban pajak paling besar, sementara kaum bangsawan dan rohaniawan hidup mewah tanpa kontribusi.Â
Negara bangkrut, rakyat lapar, tapi para elit tetap berpesta. Titik baliknya adalah penyerbuan Bastille oleh rakyat yang marah. Bastille adalah penjara simbol kekuasaan absolut.
Peristiwa itu bukan hanya tentang pembebasan tahanan. Itu tentang runtuhnya kesabaran. Dan ketika sabar telah habis, sejarah berubah. Sunnatullah bekerja.