Sudah sejak lama saya ingin menuliskan ini dan baru semalam terbersit ide membuat tulisan berseri tentang Mabuk Agama ini. Dan bagi saya, ini merupakan sebuah catatan perjalanan semata, bukan untuk menyerang ataupun melakukan provokasi kepada siapapun.
Lantas mengapa harus mabuk agama? apakah seseorang bisa mengalami kondisi demikian, bukankah bagus ketika tenggelam di dalam kehidupan beragama?
Saya tak ingin menggurui siapapun mengenai benar atau tidaknya, tapi silahkan nantinya kalian menilai sendiri entah hingga berapa seri saya akan menuliskannya, karena periode perjalanan saya dalam mabuk kepayang ini terjadi pada tahun 1996-2001.
Mabuk yang cukup lama bukan?
Dan semuanya itu terjadi di awali dari diri saya yang merasa kering serta tak mengerti sama sekali mengenai agama Islam, meski terlahir sebagai muslim, setidaknya itulah yang tercantum di Kartu Tanda Penduduk (KTP).
24 tahun bukan waktu yang sebentar untuk terus melekatkan ingatan tentang apa yang terjadi ketika itu sehingga ketika ada satu dua hal yang tidak tepat, kiranya mohon dimaklumi saja, namun semuanya bukan berarti ingin mengada-ada.
Mari kita mulai ceritanya....
Semuanya di awali dari kondisi kekeringan agama di akhir Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sangat saya rasakan, apalagi ketika melihat fakta bahwa nilai Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) praktek agama saya mendapatkan nilai jeblok, 5. Tentu itu sangat menimbulkan kegelisahan.
Dan makin terasa ketika nenek saya meninggal di rumah, ingatan tersebut terus terbawa sampai ketika akhirnya lulus SMA serta hendak menentukan pilihan kuliah.
Maka kemudian di Kampus Universitas Persada Indonesia YAI aku mengenyam pendidikan dengan mengambil jurusan Psikologi, harapannya tentu ingin menjadi sarjana, spesifiknya, jadi psikolog. Sesuatu yang masih langka di kala itu.
Di kampus itulah awalnya saya mengendus aroma "alkohol cinta" yang kelak akan memabukkan, tepatnya lewat seorang dara cantik, yang kusebut saja nama aliasnya, Laila.