Adaptasi film bukan sekadar memindahkan kata-kata ke layar, melainkan menangkap dan menyampaikan "jiwa" asli karya, tema, karakter, konflik dengan bahasa sinematik.
Saya menulis artikel mengenai adaptasi film ini bukan kebetulan melainkan karena sedang dalam menjalani proyek penulisan skenario dengan cerita mengadaptasi dari novel serta kehidupan nyata seorang tokoh lokal yang ikonik.
Ya jadi, hitung-hitung kembali belajar sekaligus mengingat apa yang pernah saya dapatkan selama berkecimpung di dunia penulisan skenario film dan televisi, yang bonusnya berbagi wawasan, supaya ilmunya berkah dan makin bermanfaat.
Robert McKee dalam bukunya Story menekankan bahwa karakter sejati justru muncul dari pilihan-pilihan sulit yang diambil di bawah tekanan.Â
Dan menurut McKee, itulah inti adaptasi: mencari momen-momen kunci dari karya sumber, lalu menampilkannya dengan daya dramatik.
Sementara itu, Linda Seger dalam The Art of Adaptation: Turning Fact and Fiction into Film menjelaskan bahwa adaptasi adalah proses mengubah, bukan menyalin.Â
Seorang penulis skenario harus berani merangkum, memangkas subplot, menggabungkan karakter, dan mencari alur dramatik yang kuat.Â
Suka ataupun tidak, film menuntut struktur yang jelas berupa awal, tengah, dan akhir. Tak semua bagian dari buku, komik, lagu, atau peristiwa nyata cocok dibawa mentah-mentah ke layar dan memiliki alur struktur demikian.
Prinsip Kunci untuk Mengadaptasi
1. Fokus pada Struktur Dramatis
Adaptasi membutuhkan kerangka dramatik. Penulis harus mengenali titik balik (turning point), konflik utama, dan klimaks emosional. Film yang baik selalu memiliki struktur tiga babak: perkenalan, konflik, dan resolusi.