Setiap tanggal 22 April, dunia memperingati Hari Bumi sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup di planet ini.
Namun ironisnya, di tengah perayaan Hari Bumi 2025, kita justru masih disibukkan oleh perilaku yang mencemari bumi itu sendiri---dari penggunaan plastik sekali pakai, pembakaran sampah sembarangan, hingga pembangunan yang abai terhadap daya dukung alam.
Hari Bumi bukan sekadar seremoni atau ajang unggah foto bertema "hijau" di media sosial.
Hari ini seharusnya menjadi pengingat keras bahwa bumi bukan warisan nenek moyang, melainkan titipan untuk anak cucu.
Sayangnya, menurut data yang dikutip dari The Guardian, suhu bumi terus meningkat, es di kutub mencair lebih cepat, dan bencana alam makin intens dalam dua dekade terakhir.
Di Indonesia, Hari Bumi pun sering berlalu begitu saja. Padahal negeri ini sedang tidak baik-baik saja.
Dikutip dari laporan WALHI, pada 2024 Indonesia mengalami degradasi lingkungan terbesar dalam lima tahun terakhir, dengan kasus pencemaran sungai, kebakaran hutan, dan konflik agraria yang terus meningkat.
Lantas, apa yang bisa kita lakukan?
Jawabannya tidak harus muluk-muluk. Mengutip dari Kompas, perubahan besar dimulai dari kebiasaan kecil---seperti membawa botol minum sendiri, memilah sampah, menanam pohon, hingga lebih bijak dalam konsumsi energi.
Lebih dari itu, Hari Bumi seharusnya menjadi ajang refleksi.
Refleksi bahwa bumi bukan supermarket yang bisa terus menerus kita eksploitasi. Bahwa kenyamanan hari ini jangan sampai menjadi malapetaka bagi generasi mendatang.