Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Author, BNSP Certified Screenwriter, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Film

OTT Film Pendek dan Rumah Baru untuk Cerita-Cerita yang Tak Biasa

16 April 2025   07:59 Diperbarui: 16 April 2025   07:59 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama kali saya menonton "Tilik" di YouTube, saya tidak menyangka film pendek bisa sebegitu mengena. 

Film pendek Tilik hanya berdurasi delapan menit, tanpa efek visual berlebihan, tapi ceritanya langsung menyentuh sisi paling manusiawi dari kehidupan kita: gosip, prasangka, dan cara pandang masyarakat terhadap perempuan.

Bu Tejo dan rombongan ibu-ibu naik truk bukan hanya jadi meme nasional, tapi juga bukti bahwa film pendek bisa hidup di tengah penonton luas. Isunya sederhana, penyampaiannya cerdas. Pendek, tapi tidak pernah terasa dangkal.

Di tengah derasnya konten digital yang berlomba-lomba jadi viral, film pendek justru memberi pengalaman yang padat, jujur, dan seringkali lebih membekas. 

Tapi masih banyak yang bertanya, selain di festival atau media sosial, di mana lagi kita bisa menonton film-film pendek seperti ini?

Film Pendek: Ekspresi yang Padat dan Bermakna

Menurut banyak praktisi film, film pendek bukan versi singkat dari film panjang. Ia adalah bentuk ekspresi yang berdiri sendiri, dengan napas, ritme, dan tantangannya sendiri. 

Di Indonesia, mayoritas film pendek berdurasi 5--20 menit, dan dibuat dengan semangat eksperimentasi serta kebebasan berekspresi.

Data dari berbagai komunitas menunjukkan tren yang menarik. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah produksi film pendek terus meningkat. 

Festival-festival seperti Minikino Film Week, Europe on Screen, hingga Festival Film Indonesia menerima ratusan submission setiap tahun---dan sebagian besar datang dari komunitas, kampus, dan inisiatif independen.

Kota-kota seperti Yogyakarta, Makassar, Pontianak, dan Kupang tumbuh jadi kantung produksi film pendek yang hidup. Film-film ini membawa warna lokal, dialek daerah, dan isu sosial yang tidak selalu tersorot media arus utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun