Mohon tunggu...
Dimas Fahmi Rizalqi
Dimas Fahmi Rizalqi Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa ilmu pemerintahan UMM

hello everyone

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Demokrasi Nasibmu Kini

30 Juni 2021   16:46 Diperbarui: 30 Juni 2021   16:59 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai negara dimana lahir atas dasar pancasila dan undang undang dasar  yang memiliki makna sangat mendalam ditanamkan oleh pendiri bangsa indonesia.Pancasila hadir sebagai dasar negara republik indonesia dan pedoman dalam menjalankan hidup.Di dalam Pancasila terdapat nilai nilai mulia, yang mana nilai luhur tersebut merupakan nilai yang diterapkan sejak zaman nenek moyang kita. Salah satu nilai Pancasila yang dapat diterapkan dalam hidup bernegara adalah demokrasi.Sebagai negara yang memegang teguh nilai pancasila, pemerintah Indonesia harus menyediakan ruang dan waktu untuk masyarakat menyuarakan kritik dan pendapat.

Kegiatan berdemokrasi di Indonesia ini masih dipertanyakan, Apakah demokrasi hanya sebagai identitas bernegara.Hal ini di dasari oleh banyaknya pelanggaran yang dilakukan pemerintah dalam menjalankan proses demokrasi.Kita mundur sejenak saat Pemerintah bersama lembaga legislatif mengesahkan undang-undang ombnibus,banyak penolakan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.Aksi demonstrasi tidak dapat terelakkan, mahasiswa, masyarakat, buruh dan tani turun ke jalan menyuarakan aspirasi mengenai penolakan undang undang ombnibus law.

Namun sangat disayangkan aparatur negara yang sejatinya mengayomi dan melindungi masyarakat, menjadi ujung tombak dalam menghalau para demonstran.Menurut YLBHI(Yayasan Lembaga bantuan hukum Indonesia) terdapat tindak kekerasan oleh aparat kepolisian di 18 provinsi yang melakukan demonstrasi penolakan undang undang ombnibus law.Selain tindak kekerasan, terdapat penangkapan terhadap pendemo sebelum melakukan demonstrasi.

 Undang-Undang Karet

Menyuarakan pendapat dan aspirasi dapat juga dilakukan tanpa turun ke jalan, melainkan bersuara di media sosial.Masyarakat bisa menyampaikan aspirasinya melalui media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram dan media sosial lainnya.Sama halnya dengan demonstrasi di jalan, menyuarakan aspirasi di media sosial juga terdapat pencegahan dan penindakan.Undang undang informasi dan transaksi elektronik menghantui dan mengawasi gerak-gerik pengguna media sosial dalam bermedia sosial.

Undang-undang Informasi dan transaksi elektronik seringkali digunakan oleh pemerintah untuk membungkam mulut para pengkritik dan penyalur aspirasi rakyat.Undang undang ITE seringkali dimaknai ganda oleh pemerintah,dimana pengkritik Pemerintah dijerat dengan pasal pencemaran nama baik.Dengan usaha ini Pemerintah dengan dalih pencemaran nama baik, pengkritik dapat dijebloskan ke dalam hotel rodeo.Oleh karena itu undang undang ITE disebut undang undang karet yang dapat ditarik dan disesuaikan sesuai kebutuhan.

Pada bulan Februari 2021, terdapat berbagai tuntutan untuk merevisi undang-undang Informasi dan transaksi elektronik.Hal ini didasari bahwa undang undang ini dapat terjadi multitafsir yang menyebabkan berbeda kasus berbeda jeratan hukum.Menurut koordinator BEM SI Remy Hastian undang undang ini seringkali menjerat para pengkritik yang berseberangan dengan pemerintah.Dengan kata lain undang undang ini merupakan senjata utama dalam membasmi para pengkritik, dan pemberi aspirasi.

Meskipun pada bulan Juni 2021,pemerintah terdapat upaya merubah atau merevisi undang undang informasi dan transaksi elektronik.Pemerintah merevisi empat pasal UU ITE,antara lain pasal 27,pasal 28,pasal 29,pasal 36 dan ditambah pasal 45 C.Menurut Menteri koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,Mahmud MD,tujuan merivisi beberapa pasal tersebut untuk mengantisipasi agar tidak adanya pasal yang multitafsir atau karet.

Kritik dan Penghinaan berbeda

Munculnya Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana pasal 218 mengenai penghinaan presiden dan wakil presiden menuai polemik di masyarakat.Pasal yang sejatinya sudah dihilangkan oleh Mahkamah konstitusi,kini dimunculkan kembali.Pasal 218 RKUHP(Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana) berpotensi untuk menjadi senjata bagi pemerintah menolak kritik dan bisa menjadi undang-undang karet.menurut DPP KNPI(Dewan Pengurus Pusat Komite Pemuda Nasional Indonesia) pasal tentang penghinaan presiden dan wakil presiden tidak diperlukan,karena dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Di Negara yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, undang undang yang berpotensi menjadi tameng kritik seharusnya tidak direncanakan bahkan disahkan.Walaupun hanya berdalih sebagai perlindungan bagi pemerintah ataupun sebagai cara Pemerintah memberikan batasan tingkah laku dalam berdemokrasi.Negara demokrasi merupakan negara yang memberikan hak yang besar terhadap warga negara untuk berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam membangun dan menjalankan pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun