Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemana Kita Hijrah?

31 Oktober 2017   05:12 Diperbarui: 27 Februari 2018   01:34 1193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hijrah seperti yang kerap kali kita dengar dari para penceramah maupun buku yang pernah kita baca adalah perpindahan dari sesuatu yang belum baik untuk menjadi lebih baik lagi. Hijrah tidak hanya sebatas berpindah dalam artian tempat secara fisik, melainkan tempat yang diartikan di sini adalah suatu keadaan yang komponennya adalah tempat itu sendiri, pemikiran, sikap, dan hal lain yang melekat pada diri orang tersebut. Dalam beberapa kesempatan, saya bercengkrama dengan teman-teman yang tergabung dalam sebuah komunitas hijrah dan kemudian kami saling menceritakan pengalaman kami terkait proses hijrah kami. “Saya sudah hijrah”, begitulah kira-kira ungkapan dari beberapa teman saya.

Berkaca pada proses hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Beliau mencontohkan bagaimana hakikat sebuah hijrah yang sesungguhnya. Apa yang beliau lakukan tidak semata-mata berpindah secara fisik saja yaitu berpindah tempat tinggal, melainkan beliau berpindah ke suatu tempat dengan nilai-nilai yang ingin dicari. Beliau berpindah ke Madinah dengan makhsud mengajak para sahabat pula untuk lebih mudah mengajarkan nilai-nilai Islam karena di Mekkah kondisi yang sangat tidak memungkinkan melakukan hal tersebut. Lantas apakah sampai di sana saja proses hijrah beliau?, ternyata tidak demikian. Setelah beliau pindah dari Mekkah ke Madinah, banyak hal yang beliau lakukan di Madinah yang tidak bisa dilakukan di Mekkah, yaitu terus menerus bersama para sahabat beliau untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah. Dalam kurun waktu 8 tahun (622-630 M) setelah berpindahnya Nabi Muhammad ke Madinah, beliau kembali ke Mekkah dalam rangka mengembalikan tatanan Mekkah dari kondisi jahiliyahnya menjadi tempat suci sebagaimana seharusnya.

Setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, bertambah pula hal-hal seperti ibadah dan kualitas iman para sahabat beliau. Setelah peristiwa penaklukkan Mekkah, lebih bertambah lagi kemenangan umat Islam. Dan seterusnya peristiwa demi peristiwa dalam rangka meningkatkan kualitas iman dan taqwa senantiasa Nabi Muhammad ajarkan kepada para sahabatnya. Dalam suatu perang, setelah pasukan umat Muslim menang dan kembali, Nabi Muhammad menyampaikan, “Kita kembali dari perang kecil menuju perang yang lebi besar”. Ketika para sahabat bertanya terhadap perang apakah yang dimaksudkan oleh Nabi Muhammad, maka beliau menjawab “perang melawan hawa nafsu”.

Lantas apakah hawa nafsu itu setelah kita kalahkan tidak akan keluar lagi di kemudian waktu?. Tentu tidak kawan, hawa nafsu itu tidak akan berhenti untuk menjadi lawan kita selama kita masih hidup. Apabila hawa nafsu bisa dikalahkan pada saat ini juga, maka kehidupan kita selanjutnya akan diisi oleh kebikan terus menerus. Dan itu merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan, bukan kemudian kita bisa kalahkan hawa nafsu saat ini juga kemudian kita merdeka dari dosa.

Oleh karena itu, beberapa khatib sahalat Jumat biasanya membacakan ayat yang mungkin tidak asing bagi kita, namun mungkin secara implementasi kerap kali kita lupa. Ayat tersebut memiliki arti, "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadaNya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS. Ali 'Imran 3: Ayat 102).

Janganlah engkau mati dalam keadaan tidak berserah diri kepada Allah (islam). Maka ini menjadi peringatan bagi kita semua, bisa jadi kita akan mati dalam keadaan tidak berserah diri kepada Allah apabila kita tidak senantiasa menjaga islam dalam diri kita, naudzubillah. Maka hijrah sesungguhnya adalah sebagaimana maknanya berpindah dari tempat atau kondisi yang belum baik yaitu menurut Allah dan Nabi Muhammad, menuju kepada kondisi yang Allah dan Nabi Muhammad cintai. Proses ini tidak terjadi HANYA SEKALI, tapi terus menerus dilakukan hingga AJAL DATANG sehingga kita dalam keadaan iman kepada Allah dan Nabi Muhammad. Kemana kita hijrah?, kita sedang berhijrah untuk terus menerus menjadi lebih baik di mata Allah dan RasulNya, dan proses itu belum berakhir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun