Mohon tunggu...
Dilla Hardina
Dilla Hardina Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Kelilingilah dirimu dengan orang-orang yang pantas mendapatkan keajaibanmu🌻

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis dan Membaca: Dua Hal yang Membesarkan Hati di Tengah Pandemi

5 Agustus 2020   12:33 Diperbarui: 5 Agustus 2020   16:21 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dunia sedang digoncang nestapa. Pandemi Covid-19 merajalela di mana-mana. Seluruh dunia merasakannya, termasuk Indonesia. Kita diwajibkan untuk menjadi penyelamat dengan mengisolasi diri di rumah. Sudah beberapa bulan hal itu kita laksanakan, namun belum juga ada tanda-tanda corona akan enyah dari negara kita. Akibat adanya bencana wabah ini, banyak aspek dalam kehidupan kita menjadi mandeg. Mulai dari aspek pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan agama, semua terkena imbas secara merata.

Beberapa dari kita tentu bertanya-tanya, kapan bencana ini akan berakhir? Sebab, sampaisekarang belum juga ada tanda-tanda memudarnya wabah covid-19. Sebaliknya, korban yang berjatuhan malah semakin banyak dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Miris, bukan?

Segala cara telah ditempuh oleh pemerintah, mulai dari pemberian instruksi psycal distancing, PSBB, hingga pelarangan mudik. Namun, masih banyak orang yang tidak mengindahkan aturan ini. Imbasnya, korban tetap saja berjatuhan dari hari ke hari dan bahkan semakin banyak jumlahnya. Bahkan, banyak dari tenaga medis yang harus meregang nyawa akibat terpapar virus berbahaya tersebut. Sungguh besar pengorbanan mereka sampai harus mempertaruhkan nyawa.

Sudah selayaknya kita menjadi warga negara yang baik dengan mengikuti aturan dari pemerintah. Jika dianjurkan untuk tidak terlalu memperbanyak aktivitas di luar rumah, ya laksanakan saja perintah tersebut. Kecuali, apabila harus mencari nafkah di luar, itu beda persoalan lagi. Sebab, jika sampai tidak  memperoleh uang, dari mana bisa mendapat makan?

Sebagai mahasiswa, adakalanya kita merasakan yang namanya kejenuhan. Ya, jenuh karena kegiatan yang kita lakukan setiap hari hanya itu-itu saja. Semuanya terasa monoton.

Ketika rasa bosan dan jenuh melanda, apa yang bisa kita lakukan? Main game? Mencoba resep masakan baru? Olahraga? Atau kegiatan yang lainnya? Semenjak lockdown mandiri, kita mendadak menjadi manusia kreatif yang mencoba berbagai aktivitas untuk mengusir rasa bosan kita. Ada banyak waktu untuk lebih mengenal diri sendiri dan mengeksplorasi apa yang sebenarnya tersimpan di dalam diri yang mungkin diri kita sendiri belum mengetahuinya.

Saya sendiri, selama #dirumahaja ini lebih banyak meluangkan waktu untuk membaca dan menulis ; dua kegiatan literasi yang sebetulnya sudah erat di dalam keseharian saya---bahkan sebelum musim corona datang menghampiri Negara kita.

Beberapa orang mungkin menganggap kegiatan tersebut malah membosankan dan jauh dari kata mengasyikkan. Namun, bagi saya, menulis dan membaca dapat menjadi obat bagi psikologis  saya di tengah pagebluk yang merajalela ini.

Dalam waktu beberapa bulan ini saya sudah membaca hampir sepuluh buku. Lumayan banyak jika dibanding dengan hari-hari biasa sebelum ada isolasi mandiri seperti sekarang ini. Dua diantara buku yang saya baca berjudul "Mariagold" dan "Tokyo dan Perayaan Kesedihan". Bagi saya, dua novel tersebut amat menarik karena sama-sama menceritakan tentang suatu perjalanan ke luar negeri.

Mariogold bercerita tentang seorang wanita yang meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Thailand. Di sana, ia bekerja sebagai tour guide yang memandu para turis asing berwisata ke tempat-tempat menakjubkan di Chiang-Mai, salah satu kota terbaik di Thailand. Sedangkan Tokyo dan Perayaan Kesedihan bercerita tentang seorang wanita yang melakukan solo traveling ke Jepang.

Bayangkan saja, kedua novel ini sungguh membuat batin saya meronta-ronta karena tidak bisa bepergian jauh layaknya tokoh utama yang ada di dua novel ini. Dalam setiap adegan selalu dideskripsikan mengenai tempat-tempat menakjubkan yang sangat menarik untuk dikunjungi. Namun, dengan membaca "mereka", setidaknya saya menjadi merasa terhibur dan punya gambaran mengenai tempat-tempat menarik yang diceritakan dalam buku tersebut.

Selain membaca, saya juga selalu menyempatkan diri untuk menulis, entah itu setengah halaman atau lebih dari pada itu. Ada banyak hal yang bisa ditulis, seperti kegiatan kita sehari-hari, perasaan kita di momen tertentu, pemikiran kita terhadap suatu isu, dan lain sebagainya.

Sebetulnya, setiap hari ada banyak sekali ide yang ada di kepala yang menanti untuk dituangkan ke  dalam tulisan. Akan tetapi, kebanyakan dari ide tersebut malah menguap entah ke mana karena tidak kunjung diabadikan dalam sebuah tulisan atau ketikan. Pilihan menulis atau tidak itu sebetulnya ada pada diri kita sendiri.

Namun, di masa pagebluk corona ini, menulis sangat terasa manfaatnya untuk kondisi kejiwaan saya. Sebab, di tengah situasi yang rentan membuat kita sepi, bosan, hampa dan jenuh ini, kita butuh suatu tempat yang bisa melampiaskan apapun yang kita rasakan. dan salah satu kegiatan yang bisa kita lakukan adalah dengan menulis.

Menurut Syahid Muhammad dalam suatu wawancara eksklusifnya, menulis adalah suatu  cara untuk belajar jujur dengan diri sendiri. Menulis adalah suatu cara untuk mengeluarkan macam-macam emosi yang sebelumnya mungkin tidak punya tempat diingatan orang lain. Awalnya, Syahid menulis untuk dirinya sendiri.

Namun, setelah berhasil menulis beberapa buku, sekarang konsep menulisnya berubah, yakni untuk menyampaikan suara-suara dari orang-orang yang mungkin tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya.

Penulis Buku Egosentris tersebut mengaku sempat vakum menulis selama belasan tahun. Rupanya dorongan untuk kembali menulis adalah karena di masa itu ia mengalami Anxiety Disorder, di mana ia merasakan tekanan yang cukup tinggi.

Penulis berambut gondrong tersebut merasa perlu untuk menulis banyak hal karena ia tidak tahu bagaimana cara menyampaikan berbagai perasaan yang ia alami. 

Orang-orang semacam itu sebetulnya sangat memerlukan perhatian dari orang lain, namun Syahid sadar bahwa tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk bisa mengerti dengan keadaan orang lain. Lantas, pada tahun 2015, ia mulai kembali aktif menulis dan menyampaikan banyak gagasan dan perasaan. Singkatnya, bagi lelaki pemilik akun instagram @iidhmd ini, menulis adalah suatu aktivitas yang bisa dijadikan medium untuk menyembuhkan diri.

Dari beberapa hal yang telah saya bahas di atas, dapat dikatakan bahwa membaca dan menulis adalah dua kegiatan yang bisa dijadikan sebagai pengisi waktu di tengah pandemi corona ini. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, bencana wabah ini memang harus kita sikapi dengan berbesar hati.

Mengeluh tidak ada gunanya, berdiam diri hanya akan mematikan semangat hidup kita. Tetap bergairahlah menjalani aktivitas di rumah, dan lakukan hal positif apapun yang kamu inginkan. Membaca dan menulis hanyalah dua dari sekian banyak opsi kegiatan yang bisa kamu lakukan selama di rumah saja. Saya tidak sedang memaksa kamu untuk melakukan keduanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun