Mohon tunggu...
Dila Putri Anggraini
Dila Putri Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

salah satu mahasiswa S1 pendidikan sejarah Universitas Negeri Malang angkatan 2022

Selanjutnya

Tutup

Seni

Jaran Kepang Dor dan Bantengan: Kearifan Lokal Kesenian yang Dilestarikan di Desa Talanangung Sampai Sekarang

3 Maret 2023   01:03 Diperbarui: 8 Maret 2023   16:02 2009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Indonesia merupakan negara yang banyak akan kearifan lokal. Setiap daerah tentunya berbeda memiliki perbedaan dan keunikan masing-masing. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas kearifan lokal yang ada di Malang yaitu jaranan dor dan bantengan. Jaranan dor merupakan pertunjukan kuda lumping dengan unsur keras dibandingkan jaranan pegon. Bantengan adalah seni pertunjukan budaya tradisional yang memadukan antara seni pencak silat dengan unsur tari, kanuragan, musik dan syair atau mantra-mantra yang berbasis magis (Khoyyum khoyyum, et al., 2017).

Jaranan Dor Malang merupakan kesenian Kuda Lumping yang berkembang pada Malang & Batu, kesenian ini mempunyai nama lain jaranan kidalan lantaran dikaitkan menggunakan candi kidal. Keberadaan Jaranan Dor pada Malang lantaran tak jarang dilakukannya pertunjukan Jaranan Thek menurut Ponorogo dalam masa kolonial Belanda buat mengisi aktivitas aneka macam pasar malam. Setelah Indonesia merdeka disusul banyaknya perantau menurut Ponorogo, Tulungagung & Blitar yg mempertunjukan kesenian kuda lumping, dalam catatan Belanda Jaranan Thek sering mengisi program pasar malam pada Malang semenjak era kolonial. 

Sehingga ada menciptakan kuda lumping spesial malang dalam tahun 1970 yg belum mempunyai kesenian kuda lumping, menggunakan mengacu dalam candi kidal menjadi patokan. Jidor pada pakai menjadi simbol islam yg kala itu kesenian kuda lumping pernah dipercaya menjadi simpatisan PKI.

Sedangkan kesenian bantengan mulanya lahir dari perguruan pancak silat yang digunakan sebagai hiburan pemainnya. Beberapa ada yang menjelaskan bahwa bantengan merupakan bentuk kamuflase untuk mengelabuhi penjajah Belanda yang melarang keras perguruan pancak silat. Pada relif candi jago terdapat gambaran harimau (macan) melawan banteng dan terdapat penari yang menggunakan topeng banteng. Bantengan dilakukan oleh dua orang dalam satu bantengnya, sedangkan jaranan dilakukan oleh beberapa orang dengan satu kuda lumping satu orang.

Pada artikel ini saya akan menjelaskan jaranan dor dan bantengan terfokus di Desa Talangagung, Kepanjen. Desa ini merupakan salah satu desa di Malang yang terus melestariakan kesenian ini. Nama kelompok jaranan dor dan bantengan di Desa Talanagung yaitu suro manunggal. Suro manunggal didirikan oleh para pemuda Desa Talangagung yang di pelopori oleh pak Sunaryo. Pada penulisan artikel ini saya mendapat kesempatan mewawancarai Pak Sunaryo secara langsung. Sehingga penulisan ini bersumber dari wawancara yang saya dapat.

  Keinginan para pemudia Desa Talanagung yang ingin melestarikan suatu kesenian sangat kuat, salah satunya jaranan dor dan bantengan. Sehingga pada tanggal 12 Januari 2013 para pelopor dan pemuda mencetuskan untuk melestarikan kesenian tersebut.

Mereka berkumpul dengan langkah awal tekat yang kuat membuat dari nol awal kelompok kesenian di desa ini. Sekarang suro manunggal beralamatkan di Jalan Molek RT. 11 Rw. 03, Desa Talanangung, Kepanjen, Malang. Sekarang ini suro manunggal telah mengikuti festifal seni yang di selenggarakan oleh pemerintah Malang, serta turut serta dalam acara-acara tertentu seperti suroan, bersih desa, bahkan jika ada orang yang punya acara hendak mengadakan jaranan dor dan bantengan.

Jaranan dor dan bantengan berbeda sekali dengan jaranan pegon yang mengutamakan unsur kesenian keindahan, karena sangat kental dengan hal magis sehingga sering di sebut kalapan, atau yang dapat di artikan di rasuki roh dalam pertunjukannya. 

fb-img-1676726429563-640686c8cf40871dbf4025e3.jpg
fb-img-1676726429563-640686c8cf40871dbf4025e3.jpg
Jaranan adalah bagian dari pertunjukan kerakyatan dengan budaya Abangan dan merepresentasikan kepercayaan akan kekuatan roh gaib yang bersemayam di mata air, gunung, bukit, desa atau pohon, misalnya (Suprihatin, et al., 2022).Alasan penamaan jaranan dor karena menggunakan alat musik berupa jidor, sedangkan kenapa dinamakan bantengan karena menggunakan kepala banteng yang terbuat dari kayu dalam pertunjukannya. Dalam pertunjukan ini menggunakan alat musik pakem berupa jidor, gamelan, kendang, angklung, sedangakan sekarang ini dapat dipadukan dengan alat musik logam berupa piano, sound, elektone.

 Properti lain yang digunakan seperti kepala banteg, caplokan (dengan berbagai bentuk seperti macan, bajul, kera, singa, naga, dll), kuda lumping, cemeti/pecut. Pakaian yang digunakan pada jaranan dor dan bantengan ini juga berbeda dengan pegon yang indah dan warna-warni, karena pakian yang diguanakan simpel berupa kaos lorek/paguyupan, ikat kepala, celana komprang. Akan tetapi jika untuk para penari menyesuaikan tariannya.

  Karena bantengan dan jaranan dor sangat kental dengan mistisnya maka untuk perawatan properti yang digunakan dengan cara selalu memberi dupa dan kemenyan di ruang penyimpanan, serta setiap jumat legi di siram banyu kembang, tujuannya untuk memberi makan lelembut/roh. Sebelum melakukan pertunjukan terdapat ritual yang harus dilakukan seperti datang ke sesepuh desa, kepunden tujuannya untuk memohon keselametan kelancaran kepada leluhur, mendatangi tempat acara tujuannya untuk roh yang ada di tempat tidak mengganggu acara yang akan dilaksanakan. Semua ritual yang dilakukan menggunakan dupa atau kemenyan dan sesajen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun