Saya melihat berita, ada beras bermerek besar yang ternyata dioplos. Campuran menir, gabah rusak, bahkan butiran aneh ditemukan dalam kemasan yang seharusnya berkualitas. Bukannya memberi rasa aman, justru menimbulkan curiga dan takut.
Melihat fenomena itu, saya langsung teringat rangkaian panjang "oplosan-oplosan" lain yang pernah terjadi di negeri ini. Mulai dari BBM, minyak goreng, hingga gas elpiji. Bukan hanya soal bahan pokok --- yang dioplos kadang bukan cuma produk, tapi juga sistem dan nurani.
Seolah kita sedang hidup di sebuah Negara Darurat Oplosan --- di mana yang asli makin langka, dan yang palsu makin biasa.
1. Beras Oplosan: Putih di Luar, Tak Jelas di Dalam
Beras bermerek seharusnya menjamin kualitas. Namun di lapangan, yang sampai ke konsumen justru campuran murahan: menir, patahan gabah, bahkan plastik mikro.
Harga naik, kualitas turun. Ketika rakyat miskin membeli dengan harapan, yang didapat malah kehancuran nutrisi.
2. BBM Oplosan: Subsidi Rakyat, Nikmat Sultan
Solar subsidi seringkali "hilang" karena ditarik oleh depot ilegal dan disalurkan ke kendaraan mewah dan industri. Di sisi lain, petani dan nelayan antre berjam-jam hanya untuk mendapatkan jatah yang sebenarnya milik mereka.
BBM menjadi simbol dari subsidi yang direbut elite, sementara rakyat hanya kebagian sisa dan antrean.
3. Minyakita: Minyak Rakyat yang Dijual ala Sultan
Minyakita digagas sebagai solusi rakyat saat harga minyak goreng melonjak. Namun realitanya, stok sering kosong, atau dijual di atas HET. Bahkan ada yang dikemas ulang dan dijual sebagai produk premium.
Akhirnya, nama Minyakita hanya tinggal ironi. Namanya untuk kita, tapi untungnya untuk mereka.
4. Makanan dan Minuman Oplosan: Nikmat yang Menyesatkan
Mulai dari sirup penuh pewarna tekstil, bakso mengandung formalin, sampai air kemasan isi ulang yang disegel ulang --- semua bisa ditemukan dengan mudah di pasaran.
Makanan tak lagi soal gizi, tapi soal keberanian mengonsumsi zat kimia berbahaya.
5. Gas Elpiji dan Daging pun Tak Luput
Gas elpiji 3 kg bersubsidi kerap dipindahkan ke tabung besar dan dijual dengan harga tinggi. Sementara rakyat kecil harus rela antre dan berebut. Daging sapi dioplos daging celeng, atau digelonggongi air agar berat.
Yang Lebih Parah: Sistem pun Dioplos
 Ijazah & Sertifikat Palsu
Ijazah bisa dicetak tanpa kuliah. Sertifikat kompetensi bisa dibeli online. Pendidikan berubah dari proses membangun manusia, menjadi transaksi instan demi jabatan.
 Proyek Infrastruktur
Aspal jalan dicampur tanah, kualitas dikorbankan demi potongan anggaran. Proyek cepat rusak bukan karena alam, tapi karena niat.
Hukum & Keadilan
Putusan hukum bisa dinego. Uang dan koneksi menentukan vonis. Rakyat kecil dihukum keras, koruptor besar sering lolos enteng.
Demokrasi
Suara rakyat dicampur strategi elit. Pemilu jadi ajang janji manis yang menguap, digantikan realita pahit setelah menang.
Lalu, Siapa yang Bertanggung Jawab?
Dari semua kasus oplosan yang silih berganti terjadi --- dari beras hingga proyek jalan --- satu pertanyaan penting menggantung di udara:
> Apakah ada yang benar-benar bertanggung jawab?
Sebagian pelaku mungkin tertangkap. Tapi apakah aktor utamanya pernah tersentuh? Apakah ada pejabat yang mundur karena gagal mengawasi? Apakah mafia distribusi benar-benar dibongkar sampai ke akar?
Kenyataannya, rakyat tetap jadi korban, pelaku seringkali cuma dihukum ringan, dan sistem kembali berjalan seperti biasa --- seolah tidak pernah ada apa-apa.
Kesimpulan: Negeri Oplosan, Rakyat Jadi Tumbal
Negara Darurat Oplosan adalah realitas kita hari ini. Dari beras, BBM, minyak, hingga kebijakan, semuanya bisa dicampur. Bukan hanya fisik, tapi prinsip dan kejujuran pun ikut larut dalam adukan kepentingan.
> Mungkin satu-satunya yang masih murni adalah: penderitaan rakyat.
Penutup
Saat segala hal bisa dioplos --- dari makanan, bensin, hingga suara pemilu --- maka yang harus dijaga bukan sekadar produk, tapi kesadaran kolektif. Negara harus hadir, bukan hanya sebagai regulator, tapi sebagai pelindung hak rakyat atas keaslian hidup: pangan, keadilan, dan masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI