Saya sempat berpikir bahwa kemacetan Bandung hanyalah perasaan warga biasa yang terlalu sensitif. Toh, kota ini bukan kota metropolitan sebesar Jakarta atau Surabaya. Jadi wajar saja kalau ada sedikit padat di pagi atau sore hari, pikir saya.
Saya juga mengira kota-kota lain yang jauh lebih padat penduduknya akan lebih parah soal kemacetan. Namun alangkah terkejutnya saya ketika membaca berbagai berita yang wara-wiri di media, menyebut bahwa Bandung resmi dinobatkan sebagai kota termacet se-Indonesia versi TomTom Traffic Index 2024.
Bukan hanya itu---Bandung bahkan masuk peringkat ke-12 kota termacet di dunia. Saat itulah saya sadar: ini bukan cuma keluhan warga atau perasaan pribadi semata. Ini fakta global. Ini krisis lalu lintas yang nyata.
Bandung Masuk 12 Besar Kota Termacet Dunia
Laporan TomTom Traffic Index 2024 mencatat bahwa:
Bandung menempati peringkat 12 kota termacet di dunia,
Mengalahkan Jakarta yang hanya ada di posisi 29,
Rata-rata waktu tempuh: 32 menit 37 detik untuk 10 km,
Warga kehilangan 108 jam per tahun di jalan karena macet, terutama pada jam sibuk.
Bandung bersanding dengan kota-kota besar seperti London, Dublin, dan Manila. Padahal dari segi populasi dan infrastruktur, kita jauh lebih kecil. Tapi justru itu yang menyedihkan---karena artinya kemacetan ini sangat tidak proporsional.