Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Momen Xia Zhi pada 21 Juni

21 Juni 2025   22:22 Diperbarui: 21 Juni 2025   22:43 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Huacheng.gz-cmc.co,


Momen Xia Zhi pada 21 Juni

Oleh Dikdik Sadikin

Setiap tahun, pada tanggal 21 Juni, masyarakat Tionghoa kuno memperingati satu titik balik waktu: Xia Zhi -Summer Solstice, hari saat siang terpanjang menyentuh langit, dan malam paling pendek menyisakan sedikit ruang bagi gelap. Aksara (xi) berarti musim panas, dan (zh) berarti tiba atau puncak. Maka Xia Zhi adalah saat matahari tiba sampai di puncaknya.  

Dan puncak, sebagaimana segala yang terlalu penuh, selalu menyimpan potensi untuk tumpah. Seperti kata Laozi, "Ketika sesuatu telah mencapai puncaknya, ia akan berbalik." The Dao that can be spoken is not the eternal Dao. Dan terang, seperti matahari siang, selalu menyisakan bayangan di bawah kaki kita. 

Secara ilmiah, Xia Zhi atau Summer Solstice terjadi pada 21 atau 22 Juni, ketika matahari menyentuh puncaknya di lintang +23,5, di atas Tropic of Cancer. Tahun ini, 21 Juni 2025, kita menghadapinya sekali lagi. Secara astronomis di Indonesia, Xia Zhi terjadi di WIB pada jam 10.42, WITA 11.42 dan WIT 12.42.  Pada hari itu, siang terasa lebih panjang, suhu merayap, dan udara menjadi padat.

Dalam filsafat Yin Yang dan Wu Xing, Xia Zhi adalah ketika Qi Yang ()---energi siang, terang, panas, dan ekspansi---mencapai puncaknya, namun mulai memberi ruang bagi Qi Yin, energi sebaliknya: redup, malam, sejuk, dan introspektif.

Fase ini digambarkan dalam I Ching, atau "Kitab Perubahan" sebagai kitab filsafat Tiongkok kuno, sebagai keadaan "berlimpah tapi mulai menyusut". Sebuah keseimbangan yang halus namun tak bisa dielakkan. Seperti langit yang terang tapi menyimpan bayangan gelap di sudut-sudutnya.

Filsafat kuno ini, secara mengejutkan, sejajar dengan salah satu hukum ekonomi klasik The Law of Diminishing Return yang ditulis David Ricardo pada 1815. Sebuah prinsip yang menyatakan bahwa jika satu faktor produksi ditambah terus-menerus sementara yang lain tetap, maka hasil tambahan dari tiap penambahan itu akan makin mengecil, dan akhirnya menurun. Semakin banyak pupuk tak berarti panen akan terus bertambah. Semakin banyak sinar tak selalu berarti kehidupan terus berkembang. Bahkan matahari pun, ketika terlalu lama di atas kepala, bisa menghanguskan daun.

Xia Zhi, sebagaimana The Law of Diminishing Return itu, adalah pengingat bahwa pertumbuhan tak selalu berarti kemajuan.

Sejarah memberi cukup bukti.

Jepang di akhir 1980-an nyaris tak terbendung. Pasar saham Nikkei menyentuh 39.000 poin pada Desember 1989. Harga properti di Tokyo naik hingga 300% dalam satu dekade. Namun, kejayaan itu perlahan surut. Pada awal 1990-an, ekonomi Jepang stagnan. Deflasi kronis menggigit. Bank of Japan tak mampu menghidupkan kembali konsumsi. Dua dekade hilang bagi negeri yang pernah disebut akan "mengalahkan Amerika". Dan sampai kini ekonomi Jepang belum benar-benar pulih ke jalur produktif jangka panjang.

Korea Selatan juga sempat menikmati sinar terang. Pertumbuhan ekonominya di awal 1990-an mencapai 8--9% per tahun. Tapi pertumbuhan itu dibangun di atas utang jangka pendek dan ekspansi chaebol yang tak terkendali. Pada tahun 1997, ketika pasar keuangan Asia mulai runtuh, Korea Selatan tak siap. Won terdepresiasi lebih dari 50%. IMF turun tangan dengan bailout US$58 miliar, dan pengangguran melonjak tiga kali lipat.

Amerika Serikat adalah kisah kemakmuran yang lain. Setelah era dot-com, properti menjadi ladang panen. Kredit perumahan diberikan kepada siapa pun, termasuk debitur subprime yang sebenarnya rapuh. Pasar tumbuh pesat, lalu jatuh lebih cepat. Pada 2008, krisis subprime memicu runtuhnya Lehman Brothers. PDB AS anjlok 4,3% dan pengangguran mencapai 10%. Dunia pun ikut tenggelam dalam gelombang resesi global.

Semua peristiwa itu menandai satu hal: bahwa kemakmuran tak berarti abadi. Dalam dunia audit dan keuangan, inilah pelajaran paling sering dilupakan: bukan kelangkaan, tapi kelimpahan yang tak diwaspadai, sering menjadi asal bencana. Dan di situlah hukum hasil yang semakin menurun memainkan lakonnya: ketika tambahan yang diberikan bukan lagi memperbesar hasil, tetapi mempercepat kerusakan.

Xia Zhi adalah juga ladang, bukan hanya langit.

Di wilayah-wilayah agraris Tiongkok seperti Jiangsu dan Anhui, musim panas menandai fase kritis dalam pertumbuhan tanaman. Di saat-saat itu, daun berkembang cepat, batang menebal, dan akar menuntut lebih banyak air dan nutrisi. Itu lah saat petani harus mulai lebih berhati-hati. Salah dalam mengatur irigasi atau pemupukan pada titik ini, kata Agricultural Science Journal (2020), bisa memangkas hasil panen hingga 38%. Maka musim panas bukanlah pesta, melainkan kerja penuh perhitungan dan pengendalian.

Namun, Xia Zhi tak pernah dirayakan meriah.  Ia tak sepopuler Qingming yang mengenang arwah, atau Duanwu yang menyajikan perahu naga dan zongzi.  Ia hadir dengan segala krendahan hati: dalam semangkuk mi dingin, telur asin, irisan timun, dan istirahat siang.

Di Tiongkok Selatan, peringatan itu diasosiasikan dengan jantung dan elemen api. Tubuh diminta tidak memberontak pada panas, melainkan berdamai dengannya. Disarankan: tidur agak lebih malam dari biasanya, dan bangun lebih pagi. Banyak minum air, hindari makanan berminyak dan emosi berlebihan. Nasihat itu terdengar kuno, tapi lebih sehat daripada promo all you can eat.

Xia Zhi, sebagaimana tanggal 21 Juni yang ia wakili, adalah titik puncak sekaligus titik balik. 

Ia mengingatkan kita, bahwa dalam terang pun, ada kegelapan yang membayang. Bahwa dalam setiap kesuksesan, ada benih keruntuhan. Tapi justru di situlah harapan bisa tumbuh. Bukan dari kemenangan, melainkan dari kesadaran akan batas.

Mungkin karena itu, lukisan Xia Zhi selalu menampilkan teratai. Bunga yang mekar di lumpur, tapi tak pernah mengotori dirinya. Di antara ikan koi dan daun lebar, ia berdiri. Tenang dan tak tergoda musim.

Dan kita, hari ini, berdiri di 21 Juni. Dengan cahaya paling terang, dan kemungkinan redup yang mulai terasa. Barangkali itu cukup sebagai doa: agar kita tak silau oleh keberlimpahan, dan tetap waras dalam musim yang terlalu panjang.

Bogor, 21 Juni 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun