Victor A. Pogadaev: Antara Bahasa, Durian dan Chairil
Oleh Dikdik Sadikin
"Bahasa bukan hanya alat tukar, tapi juga cara melihat dunia."
- Ludwig Wittgenstein
MOSKOWÂ di bulan Mei 2025.
Sinar musim semi menyapu sisa salju yang memucat di trotoar. Tapi di tengah udara yang masih dingin, seorang lelaki berusia tujuh puluhan berdiri di Bandara Sheremetyevo. Ia membawa ransel kecil dan naskah besar di benaknya: puisi, kamus, dan jadwal penerbangan yang berubah karena serangan drone Ukraina yang mengguncang kota.
Ia adalah Victor A. Pogadaev, profesor, sejarawan, dan penerjemah, yang menunda perjalanannya ke Indonesia hingga akhirnya tiba di Padang pada Jumat pagi, 9 Mei 2025, dua hari lebih lambat dari jadwal semula pada perhelatan International Minangkabau Literacy Festival 3 (IMLF 3), yang berlangsung di Padang sejak 8 Mei sampai dengan 12 Mei 2025.
Ia bukan datang sebagai turis atau narasumber biasa. Ia datang sebagai jembatan. Sebab Pogadaev bukan hanya menerjemahkan bahasa: ia menerjemahkan dunia. Di tangannya, Chairil Anwar tidak hanya dibaca, tapi dilahirkan ulang dalam aksara Kiril. Dalam antologi "Pokoryat Vishinu" ("Bertakhta di Atasnya", 2009), Chairil bicara dalam bahasa Volga, dengan amarah dan sunyi yang tetap menyala.
Dalam dunia akademik dan penerbitan, Victor juga telah menyusun berbagai kamus monumental, seperti Kamus Rusia-Indonesia dan Indonesia-Rusia (Gramedia, 2010, 1324 hlm.) dan Kamus Rusia-Indonesia-Malaysia Istilah Sosial-Politik (Moskow, 2021)---yang menjadi alat diplomasi senyap antara dua dunia yang jarang bersinggungan.
Namun perannya lebih dari sekadar penyusun entri. Ia menjahit perasaan ke dalam padanan makna. Dalam dunia yang semakin keras membentangkan tembok bahasa, ia menjadikan kata sebagai lintasan yang lembut.
Victor tak hanya menjembatani sastra Indonesia ke Rusia, tetapi juga sebaliknya. Salah satu bukti nyatanya adalah karyanya menerjemahkan Kumpulan Cerpen Anton Chekov berjudul "Perempuan dengan Anjing" (2021), baik ke dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Malaysia.
Dengan demikian, ia menanam benih Rusia ke dalam tanah Melayu, baik Indonesia maupun Malaysia, dan sebaliknya, merawat bunga Indonesia dan Malaysia itu agar mekar di Musim Semi Moskow.
Rekam jejaknya panjang: dari Rendez-Vous (puisi pilihan Taufik Ismail, Moskow, 2005), Kembalikan Indonesia Padaku (Taufik Ismail, 2010), hingga Mencari Mimpi (antologi puisi Indonesia modern, 2016--2017).
Ia juga mengarsiteki antologi Sajak di Leher Bukit (2018), puisi perempuan Indonesia kontemporer yang dibawa ke publik pembaca Rusia dalam versi bilingual.