Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buruh Musiman: Yang Tertinggal Usai Ramadan

4 April 2025   22:12 Diperbarui: 5 April 2025   08:09 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pekerja musiman di Bulan Ramadan. (Ilustrasi: DALL-E)

Kebijakan kita seperti lagu lama yang diputar ulang tanpa perasaan. THR diatur dalam Permenaker Nomor 6 Tahun 2016. Tapi bagaimana dengan mereka yang tak punya hubungan kerja tetap? Apakah negara bisa bersandar pada moral korporasi untuk urusan yang mestinya diatur dengan keadilan?

Pemerintah Kabupaten Bogor menganggarkan Rp15 miliar untuk program bantuan sosial Ramadan tahun ini. Tapi distribusi bantuan hanya menyasar keluarga miskin yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial. Para pekerja harian lepas seringkali tak punya KTP sesuai domisili, apalagi terdata. Di sinilah kemiskinan menjadi tidak hanya soal pendapatan, tapi juga soal eksistensi administratif.

Dalam gerimis sore menjelang Magrib, saya kembali melihat Bu Ijah. Dagangannya hampir habis. Seorang anak kecil, mungkin cucunya, duduk di bangku plastik sambil memeluk bungkusan es buah. "THR kita ya ini," katanya sambil tersenyum, "laku, bisa bawa pulang nasi sama lauk."

Barangkali negara tidak benar-benar lalai. Tapi barangkali kita terlalu asyik merayakan apa yang terang, dan tidak cukup gelisah pada yang suram dan tersembunyi.

Dan Ramadan. Bukankah ia juga tentang mereka yang lapar, bukan hanya yang kenyang?

Bogor, 4 April 2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun