Banjir Datang, Bogor dan Jakarta Saling Tuding
Oleh Dikdik SadikinÂ
"Hujan yang deras membasahi bumi, tetapi air tidak pernah naik ke langit." - Jalaluddin Rumi
BANJIR kembali melanda Jakarta. Seperti cerita lama yang diulang tanpa bab baru, air menggenangi jalan-jalan, merendam rumah-rumah, dan memaksa ribuan warga mengungsi. Kali ini, hujan deras yang mengguyur wilayah Puncak, Bogor, sejak Senin malam, 3 Maret 2025, menjadi pemicunya.
Pada Minggu, 2 Maret 2025, pukul 21.33 WIB, Bendung Katulampa mencatat tinggi muka air mencapai 220 cm, atau berstatus Siaga 1. Debit air melesat hingga 514.659 liter per detik, cukup untuk menjadi peringatan dini bagi Jakarta. Namun, hanya dalam beberapa menit, air mulai turun ke 160 cm (Siaga 2) dan akhirnya dianggap kembali ke kondisi yang lebih aman. Seolah peringatan itu hanyalah rutinitas biasa, bukan ancaman nyata.
Namun, pada Senin malam, 3 Maret 2025, tiga hulu sungai utama di Bogor, yakni Ciliwung, Cisadane, dan Cileungsi-Cikeas, dilaporkan meluap. Akibatnya, Tinggi Muka Air (TMA) di ketiga sungai tersebut mencapai status Siaga Banjir di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.Â
Dan benar saja, Selasa 4 Maret 2025 dinihari, di saat warga sedang sahur, air bah pun pun tak terhindarkan lagi. Meluap menggenangi jalanan, merendam rumah-rumah warga, dan menghambat aktivitas Jakarta, Tangerang dan Bekasi.Â
Di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, 1.229 warga telah mengungsi, dengan ketinggian air di beberapa titik mencapai 120 cm. Daftar daerah terdampak pun tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya: Srengseng Sawah, Lenteng Agung, Tanjung Barat, Pejaten Timur, Rawajati, Cikoko, Bukit Duri, Manggarai, hingga Kampung Melayu (Kompas.com, 4 Maret 2025).
Banjir Jakarta: Salah Bogor atau Salah Jakarta Sendiri?
"Insanity is doing the same thing over and over again and expecting different results." Â - Albert Einstein
Setiap kali Jakarta banjir, jari-jari langsung menunjuk ke Bogor sebagai biang keladi. Curah hujan tinggi di Puncak, air bah dari hulu Ciliwung, Cisadane, dan Cileungsi-Cikeas, serta lonjakan tinggi muka air di Bendung Katulampa menjadi alasan klasik mengapa ibu kota tenggelam. Seolah-olah, Bogor hanya memiliki satu fungsi: menyuplai banjir ke Jakarta.
Namun, jika Bogor disebut sebagai penyebab banjir, maka mengapa daerah-daerah di Jakarta yang dulu bebas banjir kini ikut terendam?
Jawabannya sederhana: Jakarta sendirilah yang memperburuk keadaan.