Mohon tunggu...
Dika Irawan
Dika Irawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hati-hati bisa berhenti mendadak. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menaruh Goal 2014 di Puncak Gede

6 Januari 2014   13:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:06 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_288624" align="alignnone" width="300" caption="Gunung Pangrango disorot dari Puncak Gede"][/caption] Mendaki gunung ibarat perjuangan menggapai tujuan hidup. Beratnya medan selama perjalanan satu hal yang harus dilewati bukan dihindari, menyerah hanya semakin memperkeruh keadaan. Setiap rintangan yang ada sudah disediakan pula solusinya. Dengan dorongan itu lah saya yakin dapat mencapai puncak Gunung Gede. Sudah dua kali hitungannya saya mendaki Gunung Gede yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Kunjungan pertama tidak menyentuh puncak, kemudian pada kunjungan kedua saya berhasil memuncaki. Kesempatan memuncaki Gunung Gede kembali datang, kali ini perusahaan tempat saya bekerja, Infinity Media menawari kepada saya dan rekan-rekan mendaki Gunung Gede. Tanpa pikir panjang saya bersama teman-teman mengiyakan tawaran  dan sepakat berangkat pada hari Senin 23 Desember 2013. Tibalah pada hari yang ditunggu-tunggu. Tim pendaki yang berjumlah delapan orang termasuk saya berangkat dari Ciputat menuju Bogor, dengan menggunakan mobil milik kantor. Berangkat dari Ciputat sekitar pukul 14.00 melewati jalur Puncak, kami  tiba di kawasan wisata Kebun Raya Cibodas pukul 08.30. Kami berkumpul sejenak di warung untuk keperluan makan, shalat, dan cek barang. Setelah semuanya siap kami pun bergegas menuju pintu masuk TNGGP. Segera gelap menyergap selama kami melewati sisi dari Kebun Raya Cibodas. Sesampainya di pos pemeriksaan, seorang teman menyerahkan tiket booking kepada dua petugas yang berjaga. Kami diminta mencatat barang apa saja yang dibawa untuk diserahkan kepadanya. Proses pemeriksaan berjalan lancar kami pun lantas berpamitan dengan dua penjaga. “Oke, nanti sampahnya dibawa kembali ya, jangan ditinggal diatas” kata salah seorang petugas. Sebelum melanjutkan perjalanan ketua tim pendakian, Idris Rahman kami biasa memanggilnya Bang Idris meminta berkumpul. “Mari kita kumpul sebentar, untuk berdoa kepada yang maha kuasa” ucap Idris Rahman. Usai berdoa, satu persatu dari kami mulai melangkahkan kaki menembus gelapnya malam, disambut dengan suara alam yang memecah kesunyian. Baru beberapa langkah saja nafas saya mulai terasa sesak.  “Jalannya pelan-pelan, stamina harus dijaga karena perjalanan kita masih jauh” imbuh Bang Idris. Selama perjalanan kami berjumpa dengan pendaki lain yang baru turun dari puncak, “masih jauh mas, saya rasanya sudah prustasi ini” keluh seorang pendaki. “sudah dekat mas” sahut saya seraya memberikan mereka semangat. Setelah melewati Telaga Biru kami tiba di pos satu, terpampang papan penunjuk arah pendakian Gunung Gede, papan lain menunjukan objek wisata curug Cibereum. Kami kembali beristirahat, namun di saat yang bersaman muncul dari kegelapan empat orang ranger sedang menggotong seorang pendaki dengan tandu. Seorang ranger mengatakan, korban mengalami hipotermia akibat kelelahan terlalu memaksakan dirinya yang sudah tidak kuat untuk terus mendaki, ke Gede dan Pangrango. “hati-hati De, kalau sudah tidak kuat jangan dipaksakan” kata seorang Ranger berpesan pada tim kami. Sambutan yang menegangkan, saya pun coba berusaha tenang. Masih di pos satu, Bang Idris meminta kami menyebutkan goal yang akan dicapai pada tahun 2014. Ia segera menjelaskan maksudnya itu, goal pada tahun 2014 harus ditaruh di puncak.sehingga selama perjalanan menuju puncak, sama halnya mennggapai puncak harapan. “Baik sebelum melanjutkan pendakian, masing-masing menyebutkan goalnya. Naik gunung itu ada tujuannya, jadi tak sekedar naik gunung habis itu selesai” katanya. Dengan disorot kamera, masing-masing dari kami menyebutkan goal pada tahun 2014, goal saya sendiri pada tahun 2014 adalah menulis buku dan wisuda bulan Maret 2014. “oke semua sudah menyebutkan goalnya. Sekarang kita lanjutkan perjalanan” imbuh ketua perjalanan. Selamat datang di jalur pendakian. Kali ini trek lebih miring dibanding sebelumnya. Langkah kaki terasa gontai dan nafas mulai terengah-engah, saya berusaha memfokuskan pikiran agar tidak terbawa suasana malam. Kami lebih sering istirihat sekitar tiga sampai lima menit, mengisi sekaligus mengirit tenaga, karena perjalanan masih sangat jauh.Uap keluar dari mulut dan tubuh saya seperti sedang mengeluarkan tenaga sein seiya dalam film dragon ball.Teman-teman pun mengalami hal yang sama. Di tengah istriahat, Bang Idris memberikan wejangan terkait goal yang telah diucapkan di pos awal. Menurutnya, diperlukan sebuah proses dalam mencapai goal atau puncak. Seperti saat pergi ke Bandung di malam hari, kita tidak dapat menyoroti langsung kota itu dengan senter. Melainkan dengan sorot lampu rendah yang menyoroti jalan menuju Bandung. Begitu pula dengan pendakian ini, tak mungkin kita menyoroti senter langsung ke puncak  tapi dengan menyoroti tiap langkah kaki menuju puncak. “jadi sambil berjalan tidak kosong, ada yang dipikirkan” Ternyata di tengah perjalanan, sekitar pukul 01.00 dini hari, saya mulai dihinggapi rasa kantuk. Saya terus melawan rasa kantuk, dengan bernyanyi-nyanyi sambil memijat-mijat mata. Tetap saja kantuk tak kunjung hilang, sampai tak sadar saya berjalan sambil tidur. “dik bangun dik jangan tidur” tegur salah seorang teman. Sungguh dilematis, mau tidur tak mungkin di tengah hutan tidak tidur rasa kantuk sangat dahsyat. Jam menunjukan pukul 02.00 pagi. Ketua tim pendakian memutuskan mendirikan tenda di pos Kandang Batu untuk istirahat dan tidur, setelah melihat kondisi tim yang lelah dan hujan yang terus mengguyur. Sesampainya di tujuan kami segera mendirikan tenda, dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Malam itu ada dua hal yang harus dilawan, lelah dan dingin yang menusuk. Setelah tenda berdiri, masing-masing dari kami masuk dan mengganti pakaian yang dikenakan dengan pakaian khusus tidur, kini keadaan lebih. Cuaca pagi hari cukup cerah dan sedikit berkabut, sangat mendukung kami untuk melanjutkan perjalanan. Selesai makan pagi kami segera membereskan kembali tenda dan barang bawaan. Jam 08 .00 kami meninggalkan Pos Kandang Batu, melanjutkan pendakian. [caption id="attachment_288626" align="alignnone" width="300" caption="Ketika berada di Kandang Batu dapat menikmati curug yang satu ini."]

1388988656677300666
1388988656677300666
[/caption] Sampailah kami di pos kandang badak, “kenapa kandang badak namanya” tanya seorang teman. “mungkin dulunya tempat badak berkubang kali” jawab saya dengan enteng seraya tertawa. Kami beristirahat sejenak, teman yang lain membuka tas mengambil kompor dan nesting membuat minuman kopi, susu, dan teh. Tenaga mulai terisi kembali, perjalanan dilanjutkan. Dari kejauhan terlihat papan petunjuk arah bertuliskan ‘Puncak Gede’, kemudian papan lain bertuliskan ‘Puncak Pangarango’. Kami mengikuti arah menuju Puncak Gede. Trek semakin curam beberapa kali saya harus beristirahat bersandar ke pohon atau mencari tempat duduk. Tiba lah kami di tanjakan setan. Dinamakan demikian, mungkin karena tanjakan tersebut medannya sangat miring dan ekstrem. Butuh kewaspadaan ekstra dan konsentrasi penuh saat melewati tanjakan ini. Dengan menyebut nama Allah, saya pun memegang seutas tali yang sudah tersedia kemudian menapakan kaki ke celah batu. Langkah demi langkah saya ayunkan dengan hati-hati. Akhirnya  saya berhasil melewati tanjakan itu, begitu pula dengan rekan-rekan yang lain. Rintangan selanjutnya adalah trek yang sangat curam dan cadas. Nafas semakin sesak, setiap tiga langkah saya harus berhenti mengontrol nafas. Semakin ke atas medan semakin berat. Di tengah perjalanan hujan turun, saya pun segera mengenakan jas hujan. Hujan bukan malah reda melainkan tambah lebat. Pandangan kami pun terhalang oleh kabut, sehingga kami harus menjaga jarak. Sampai lah di tempat landai. Awalnya kami berniat melanjutkan perjalanan namun dibatalkan karena cuaca ekstrem. Ketua pendakian, Kami memutuskan untuk mendiirikan tenda di tempat ini. Hujan masih terus mengguyur, sementara kulit tangan terasa tebal dan kebal akibat kedinginan. “suhu 10 derajat” kata seorang teman. Badan menggigil dan gigi terus bergeget menahan dingin. Kondisi yang sangat memungkinkan untuk terserang hypotermia.Saya bersama teman-teman bergegas mendirikan tenda. Begitu telah berdiri masing-masing mulai memasukinya menghindari dingin. Semua tas ditaruh di luar, kami berada di dalam tenda. Kami berdesak-desakan karena kapasitas tenda untuk lima orang, sedangkan kami berjumlah deapan orang. Setidaknya, saya mulai merasa hangat. Meski hujan mulai reda saya tetap berada di dalam, dan beberapa teman keluar untuk membuat wedang jahe. Kami pun bermalam di tenda. Pagi harinya, tubuh saya mulai fit kembali beriringan dengan cuaca yang cerah, sinar matahari. Pemandangan yang ditawarkan puncak gede sungguh elok, terlihat kawah mengepulkan asap di sudut lain berdiri dengan megah Gunung Pangrango. Seorang teman tak melewaktan kesempatan ini, ia mengabadikannya dalam jepretan kamera. Setelah semuanya sudah siap kami pun berjalan menuju puncak Gunug Gede yang tinggal beberapa langkah.Di sisi kanan terlihat pemandangan menakjubkan hamparan kota Bogor. Di sisi kiri hamparan hutan yang menyelimuti bagai permadani. Sampailah kami di puncak Gunung Gede dengan ketinggian 2.958 mdpl. Di sisi lain saya mampu mencapai goal yang telah ditetapkan. Puncak adalah goal yang diuacapkan saat awal menginajakan kaki di pintu masuk. Itulah yang saya artikan dari pendakian ini, tak sekedar mendaki namun di dalamnya memberikan pelajaran berharga. Bahwa dalam setiap perjalanan harus mempunyai tujuan, dan tujuan itu adalah puncak dan pucak itu adalah sebuah goal yang akan digapai di tahun 2014 mendatang. Sudah tak ingat berapa banyak tenaga yang dikeluarkan menuju puncak ini, berapa banyak halangan yang harus dilewati. Toh semuanya dapat terlewati dengan baik dan berhasil mencapai puncak. Pengorbanan itu terbayar ketika sudah mencapai puncak. Begitu pula goal yang akan dirancang pada tahun 2014, banyak rintangan dan halangan yang harus dilewtati. Jika ingin goal pilihannya adalah mau melewati tantangan dan halangan, menyerah adalah menyerahkan diri pada keadaaan. Pendakian yang berbeda dari sebelumnya. Kali ini saya sangat merasakan nikmatnya pendakian ini. Biasa saja kalau pendakian ini hanya sekedar mendaki tanpa menaruh goal di Puncak Gede. Menjadi lain ketika diartikan seperti petualangan menuju sesuatu yang diinginkan. Selanjutnya, adalah mau atau tidak mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun