Mohon tunggu...
Dien Mahdi
Dien Mahdi Mohon Tunggu... Sales - Sampit - Kalimantan Tengah

Jangan Biarkan Waktu Berlalu Begitu Saja!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seperti Hari yang Cerah untuk Jiwa yang Sepi #Part2

24 September 2020   05:55 Diperbarui: 24 September 2020   05:58 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa yang membuat pulang begitu ditunggu-tunggu? Pasti bertemu keluarga, bertemu orang-orang yang dicintai dan kembali dalam pelukan orang-orang yang memiliki cinta. Rumah bagiku bukan tentang megah, mewah dan indah. Karena yang kutahu saat ini rumah adalah tempatku memanjatkan doa pada Tuhan agar suatu saat "dirimu" akan mengisi keceriaan disetiap ruangan. Dan rumah adalah tempat yang akhirnya akan kutuju, tidak peduli sejauh mana ku melangkah. 

Suatu waktu, secara tak sengaja aku berjumpa dengan wanita yang dulu menjalin hubungan denganku di salah satu rumah makan favoritku di Kota Mentaya, Resty aku memanggilnya. 

"Sudah pesan makan?" kutanyakan ke Resty setelah kami saling bertanya kabar. 

"Belum..." jawabnya singkat. 

"Ya sudah kalau begitu boleh bareng gak nih?", ternyata Resty membolehkan.

Sembari menunggu pesanan diantar pelayan rumah makan, Aku menceritakan padanya tentang diriku, tentang status jomblo yang masih melekat padaku. Karena sudah lama kenal, jadi tak ada rasa sungkan lagi kami bercerita, meski lama tak jumpa. Resty tersenyum, namun pada rawut wajahnya aku melihat ada masalah yang dihadapinya. Benar saja, setelah Resty bercerita ternyata masalah yang dihadapinya sangatlah pelik kurasa. 

"Aku bingung, kehilangan arah tidak tahu lagi apa yang harus kuperbuat, aku saat ini mengandung, sedangkan lelaki yang menghamiliku pergi tak mau bertanggung jawab. aku sangat kecewa sudah dibohongi sama dia, termasuk statusnya...", cerita Resty.

Resty menangis tersedu-sedu menceritakannya padaku, akupun tak enak hati dan kukasihkan tisu padanya untuk menghapus air mata yang membasahi pipinya. Sontak saja, aku juga kaget, bahkan terdiam beberapa saat hingga terakhir sebelum kami memutuskan untuk pulang dan aku mengantarkannya berucap, 

"Tetap tegar Resty, hadapi permasalahan ini dengan lapang dada. Jika kamu ditinggalkannya, itu karena kamu ditakdirkan untuk dapat yang terbaik dan kamu jadi lebih baik. Percayalah, berikan ruang untuk masa depanmu dan masa depan anak yang sedang kau kandung".

Setelah sampai mengantar Resty di depan rumahnya, akupun pamit balik dan pelan-pelan kujalankan mobilku meninggalkan rumah Resty. 

Diperjalanan aku teringat sewaktu aku dan Resty menjalin hubungan. Aku sudah sangat merasa cocok dengannya, bahkan aku juga sudah kenal baik dengan keluarganya. Akupun juga sudah berniat untuk segera melamar Resty, hingga pada saatnya aku menerima telepon dari Resty, waktu itu aku baru saja pulang dari kerja dan kebetulan harus pulang malam hari. Resty bilang padaku, bahwa dia menjalin hubungan denganku hanya karena mengisi kekosongannya saja (jujur saja terasa sakit didada), dan saat ini dia sudah panya pasangan baru, seorang yang tampan, tajir, berpenampilan menarik dan trendy. Dambaan setiap wanita. 

Akupun hanya diam,dan memilih untuk sabar dan berharap masih ada celah sekecil apa saja untuk tetap mempertahankan hubungan kami, usaha memperjuangkan cintaku pada Resty, ternyata malah membuat dia marah dan mengeluarkan kata caci maki terhadapku. Hingga akhirnya aku menyerah. 

"Sudah tau jelek gini, masih saja dekat-dekat denganku! Sudah jangan menghubungiku! Jangan jadi penghalang impianku...!!!". Ucap Resty kala terakhir kalinya aku menelponnya.

Pernah aku bertanya pada Pak Gede bagaimana sih cinta yang baik menurutnya. Lalu Pak Gede menjawab, "Cinta adalah tindakan. Ia kata kerja, bukan kiasan. Jika ada orang yang suaranya lebih besar ketika menyebut cinta daripada tindakannya dalam membuktikan cinta, maka orang itu harus bertanya lagi pada dirinya, benarkah yang ia rasakan adalah cinta?" 

Itulah bagi Pak Gede, yang sudah jadi kepala rumah tangga sebelum aku ikut kerja bersamanya. Bahwa cinta adalah kata kerja. Daripada banyak mengumbar janji lebih baik menunjukan dengan aksi. 

Bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun