Bangunan besar berwarna putih dan bergaya kolonial di pinggir jalan raya tersebut tampak sepi dan lengang pagi itu. Tampak sepi karena memang hari biasa, bukan akhir pekan. Saya sengaja memilih mengunjungi bangunan tersebut pada hari biasa agar lebih puas dan leluasa melihat-lihat di dalamnya.
Di plat pintu masuk, terdapat tulisan Museum Tanah pada bangunan tersebut. Di dinding sampingnya terdapat narasi penggunaan gedung dari masa ke masa. Narasi tersebut juga menyebutkan bahwa gedung ini pada masa pemerintahan kolonial Belanda digunakan sebagai lembaga penelitian dibawah Kebun Raya Bogor, dan laboratorium geologi, di tahun 1880-1900.Â
Dan di tahun 1914, gedung ini namanya menjadi Laboratorium untuk Geologi Pertanian dan Penyelidikan Tanah. Di masa pemerintahan Indonesia, dikelola oleh Kementrian Pertanian. Desember 2017, gedung ini pun diresmikan sebagai Museum Tanah.
Memasuki bagian dalam Museum Tanah tersebut, maka kita akan disambut dengan deretan bebatuan berukuran besar yang ada di Indonesia. Tidak hanya besar, bebatuan tersebut juga memiliki bentuk, dan warna yang beraneka ragam.Â
Bentuknya pun aneh-aneh. Ada yang mirip dengan hewan tanpa mata, hidung, dan mulut, ada juga yang seperti batang pohon yang berlubang ditengahnya.
Makin kedalam museum, kita akan mendapati panel-panel berisi keterangan mengenai pembentukan tanah, jenis-jenis tanah dan batuan yang ada di Indonesia, lengkap dengan pemanfaatannya, dan pohon-pohon apa yang cocok ditanam di tanah tersebut.Â
Tidak hanya panel berisi narasi dan foto-foto, kita juga bisa melihat langsung jenis-jenis tanah yang ada, karena didalam kotak kaca yang memanjang dari atas ke bawah terdapat tanah asli dari berbagai daerah sebagai contoh.
Di sebuah rak kayu yang terbuat dari kayu jati, tersusun botol-botol kecil berisi contoh-contoh tanah di berbagai wilayah. Sedangkan contoh bebatuan berada diantara rak tersebut. Kita bisa melihat contoh bebatuan dengan warna yang cantik, seperti hijau, dan biru bercampur putih-cokelat di antara rak berisi bebatuan tersebut.